Saturday, 8 September 2012

Piagam Madinah


Piagam Madinah


Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Ini adalah piagam dari Muhammad Rasulullah SAW, di kalangan mukminin dan muslimin (yang berasal dari) Quraisy  dan Yatsrib (Madinah), dan yang mengikui mereka, menggabungkan diri dan berjuang bersama mereka.

Pasal 1
Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari (komuitas) manusia lain.

Pasal 2
Kaum muhajirin dari Quraisy sesuai keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 3
Banu Auf sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan  baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 4
Banu Sa’idah sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan  baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 5
Banu Al-Hars sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan  baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 6
Banu Jusyam sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan  baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 7
Banu An-Najjar sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan  baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 8
Banu ‘Amr bin ‘Awf sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan  baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 9
Banu Al-Nabit sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan  baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 10
Banu Al-‘Aws sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan  baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 11
Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat menanggung utang diantara mereka tetapi membantunya dengan baik dalam poembayaran tebusan atau diat.

Pasal 12
Seorang mukmin tidak diperbolehkan membuat persekutuan dengan sekutu mukmin lainnya tanpa persetujuan dari padanya.

Pasal 13
Orang-orang mukmin yang taqwa harus menentang orangyang diantara mereka mencari atau menuntut sesuatu secara zalim , jahat, melakukan permusuhan atau kerusakan di kalangan mukminin. Kekuatan mereka bersatu dalam menentangnya, sekalipun ia anak dari salah seorang di antara mereka.

Pasal 14
Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran membunuh orang kafir. Tidak boleh pula orang beriman membantu orang kafir untuk (membunuh)  orang beriman.

Pasal 15
Jaminan Allah satu. Jaminan (perlindungan) diberikaj oleh mereka yang dekat. Sesungguhnya mukminin itu saling membantu, tidak bergantung kepada golongan lain.

Pasal 16
Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan, sepanjang (mukminin) tidak terzalimi dan ditentang olehnya.

Pasal 17
Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat perdamaian tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka.

Pasal 18
Setiap pasukan yang berperang bersama kita harus bahu membahu satu sama lain.

Pasal 19
Orang-orang mukmin itu membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan di jalan Allah. Orang-orang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus.

Pasal 20
Orang musyrik (Yatsrib) dilarang melindungi harta dan jiwa orang (musyrik) Quraisy, dan tidak boleh bercampur tangan melawan orang beriman.

Pasal 21
Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya, harus dihukum bunuh, kecuali wali terbunuh rela (menerima diat). Segenap orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya.

Pasal 22
Tidak dibenarkan orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya pada Allah dan Hari Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman kepadanya. Siapa yang memberi bantuan dan menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, akan mendapat kutukan dari Allah pada hari kiamat, dan tidak diterima dari padanya penyesalan dan tebusan.

Pasal 23
Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla dan (keputusan) Muhammad SAW.

Pasal 24
Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan. 

Pasal 25
Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarga.

Pasal 26
Kaum Yahudi Banu Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.   

Pasal 27
Kaum Yahudi Banu Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.

Pasal 28
Kaum Yahudi Banu Sa’idah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.

Pasal 29
Kaum Yahudi Banu Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.

Pasal 30
Kaum Yahudi Banu Al-‘Aws diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.

Pasal 31
Kaum Yahudi Banu Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.

Pasal 32
Kaum Yahudi Banu Jafnah dari Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.

Pasal 33
Kaum Yahudi Banu Syutaibah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.

Pasal 34
Sekutu-sekutu Sa’labah diperlakukan sama seperti mereka (Banu Sa’labah).

Pasal 35
Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti mereka (Yahudi).

Pasal 36
Tidak seorang pun dibenarkan (untuk berperang), kecuali seizin Muhammad SAW. Ia tidak boleh dihalangi  (menuntut pembalasan) luka (yang dibuat orang lain). Siapa berbuat jahat (membunuh), maka balasan kejahatan itu akan menimpa diri dan keluarganya, kecuali ia teraniaya. Sesunggunya Allah sangat membenarkan ketentuan ini.

Pasal 37
Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya dan bagi mauk muslimin ada kewajiban biaya. Mereka (Yahudi dan muslimin) bantu membantu dalam menghadapi musuh piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasehat. Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat (kesalahan) sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya.

Pasal 38
Kaum Yahudi memikul bersama mukiminin selama dalam peperangan.

Pasal 39
Sesungguhnya Yatsrib itu tanahnya haram (suci) bagi warga piagam ini.

Pasal 40
Orang yang mendapat jaminan (diperlakukan) seperti diri penjamin, sepanjang tidak bertindak merugikan dan tidak khianat.

Pasal 41
Tidak boleh jaminan diberikan kecuali seizin ahlinya.

Pasal 42
Bila terjadi suatu persitiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini, yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla, dan (keputusan) Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik isi piagam ini.

Pasal 43
Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy (Mekkah) dan juga bagi pendukung mereka.

Pasal 44
Mereka (pendukung piagam) bahu membahu dalam menghadapi penyerang kota Yatsrib.

Pasal 45
Apabila mereka (pendukung piagam) diajak berdamai dan mereka (pihak lawan) memenuhi perdamaian serta melaksankan perdamaian itu, maka perdamaian itu harus dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai seperti itu, kaum mukminin wajib memenuhi ajakan dan melaksanakan perdamaian itu, kecuali terhadap orang yang menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan (kewajiban) masing-masing sesuai tugasnya.

Pasal 46
Kaum Yahudi Al-‘Aws, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban seperti kelompok lain pendukung piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan penuh dari semua pendukung piagam ini. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari kejahatan (pengkhianatan). Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya. Sesungguhnya Allah paling
membenarkan dan memandang baik isi piagam ini.

Pasal 47
Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar (bepergian) aman, dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan takwa. Dan Muhammad Rasulullah SAW.

Thursday, 31 May 2012

Memilih Pemimpin

Dalam surah al-Hajj ayat 40-41, Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah menolong sesiapa yang menolong Agama-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Gagah, lagi Maha Perkasa. Iaitu mereka yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi nescaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang makruf serta mencegah perbuatan yang mungkar. Dan kepada Allah sahajalah kembali segala urusan”.

Dalam ayat ini Allah menceritakan tentang golongan yang mendapat pertolongan daripada Allah. Mereka ialah golongan yang ‘diteguhkan kedudukan mereka di muka bumi’ berdasarkan kalimat ‘makkannaahum fil ardh’ dalam surah al-Hajj ayat 41. Imam al-Hasan dan Abu al-‘Aliyah mentafsirkan golongan ini sebagai ‘golongan daripada umat ini yang diberikan kemenangan oleh Allah’. Imam Ibn Abu Najih mentafsirkannya sebagai ‘pemimpin-pemimpin’. Imam ad-Dahhak mentafsirkannya sebagai ‘mereka yang kurniakan kerajaan dan kekuasaan oleh Allah’. Kesemua pendapat ini dilaporkan dalam al-Jamik li Ahkamil Quran oleh Imam Qartubi.
Pemimpin yang bagaimanakah yang mendapat pertolongan dan diredai Allah? Secara dasarnya Allah tidak memberi cek kosong kepada para pemimpin, sebaliknya yang diberikan kepada mereka adalah amanah dan tanggungjawab. Antara tanggungjawab itu ialah “mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang makruf serta mencegah perbuatan yang mungkar”.
Pemimpin Dan Solat
Seseorang pemimpin Muslim memerlukan bantuan dan pertolongan untuk melaksanakan tugasnya dengan baik, dan penolong yang terbaik baginya ialah Allah. Justeru pemimpin Muslim perlu sentiasa mendekati Allah dengan beribadah kepadanya, dan ibadah yang paling penting ialah solat.
Seorang Muslim yang tidak melaksanakan solat tidak layak menjadi pemimpin. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim nabi bersabda, “Sebaik-baik pemimpinmu ialah mereka yang kamu kasihi dan mereka mengasihimu dan kamu mendoakan mereka dan mereka mendoakan kamu. Sejahat-jahat pemimpinmu ialah mereka yang kamu benci dan mereka membencimu dan kamu mengutuk mereka dan mereka mengutukmu.’ Sahabat-sahabat pun berkata, ‘Bolehkah kami menentang mereka?’ Jawab Nabi, ‘Tidak, selama mana mereka tetap menegakkan solat’.”
Hadis ini menunjukkan apabila seseorang pemimpin Muslim memperkecilkan solat, dia perlu turun dari jawatan kepimpinannya.
Pemimpin Dan Zakat
Hubungan yang baik dengan Allah perlu disusuli dengan hubungan yang baik sesama manusia. Dalam erti kata yang lain, seseorang pemimpin Muslim perlu berada di masjid untuk beribadah dan perlu juga berada di rumah rakyat untuk membantu mereka. Kebajikan rakyat tidak boleh diabaikan termasuk dalam aspek material dan kesenangan duniawi. Jika boleh kemiskinan dibasmi sepenuhnya dan semua rakyat hidup dalam keadaan senang lenang.
Antara contoh yang terbaik ialah pemerintahan khalifah Omar bin Abdul Aziz. Beliau terkenal sebagai seorang pemimpin yang bertakwa lagi adil. Pemerintahannya memakan masa 30 bulan. Dalam masa itu kemiskinan berjaya dibanteras dan rakyat ketika itu hidup dalam kemewahan. Berhubung dengan ini Yahya bin Said meriwayatkan, “Khalifah Omar Abdul Aziz mengutus aku untuk mengutip zakat di Afrika. Aku pun melaksanakan tugas ini dan kemudiannya aku pun mencari golongan fakir miskin untuk di berikan zakat namun golongan ini tidak aku temui. Sesungguhnya khalifah Omar Abdul Aziz telah menjadikan kami manusia yang kaya raya”.
Ibadah zakat yang disebutkan dalam surah al-Hajj ayat 41 menekankan tentang aspek ini. Kebajikan rakyat dalam aspek duniawi tidak boleh dipandang ringan.
Pemimpin Dan Amar Makruf Nahi Mungkar
Terdapat sebahagian pemimpin Muslim yang tidak melupakan solat dan zakat, tetapi mereka melupakan tanggungjawab untuk mengajak kepada makruf dan mencegah kemungkiran. Mereka juga tidak layak memimpin masyarakat. Berhubung dengan ini Imam Qartubi, dalam al-Jamik li Ahkamil Quran, melaporkan perkataan Imam Sahl bin Abdullah yang bermaksud, “Mengajak kepada makruf dan mencegah kemungkaran adalah wajib ke atas mereka yang berkuasa serta ulama”.
Tidak ada kemuliaan bagi mereka yang mengabaikan amar makruf dan nahi mungkar. “Makruf” bermaksud “sesuatu yang baik mengikut pandangan syarak dan akal,” dan “mungkar” pula bermaksud “sesuatu yang berlawanan dengan makruf sebagai contoh, meninggalkan perkara yang difardukan serta kewajipan, ataupun melakukan perbuatan yang haram sama ada berbentuk dosa kecil ataupun besar”. Tafsiran ini disebutkan oleh Muhammad ibn Illan Al-Makki dalam Dalilul Falihin (Maktabah Al-Halabi, Mesir; jilid 2)
Aspek ini amat dipentingkan oleh Islam sehinggakan, mengikut riwayat Muslim, Nabi mengizinkan penentangan dilakukan jika pemimpin melakukan ‘kufran bawaahan.’ Sahabat Abdullah bin Samit meriwayatkan, “Kami berbaiah (iaitu membuat perjanjian taat setia) agar tidak menentang kepimpinan melainkan jika berlaku ‘kufran bawaahan’ di mana di sisi Allah bukti-buktinya adalah amat jelas.” Imam Nawawi mentafsirkan ‘kufran bawaahan’ sebagai ‘maksiat yang dilakukan oleh seseorang pemimpin yang jelas bercanggah dengan kehendak agama Allah dan kaedah-kaedah Islam’. Hal ini dilaporkan dalam kitab Sahih Muslim bi Syarhi An-Nawawi (Al-Matbaah Al-Fikriah; juz. 12, 1924).
Justeru seseorang yang tidak menyeru kepada makruf dan pada ketika yang sama membiarkan serta menggalakkan perbuatan mungkar (dan yang lebih teruk lagi ialah dia sendiri terlibat melakukan kemungkaran itu), maka dia tidak layak menjadi pemimpin umat. Qadhi Iyad memfatwakan, “Apabila berlaku ke atas seseorang pemimpin tanda-tanda kekufuran, perbuatan mengubah syariat ataupun amalan bidaah, wajiblah dilucutkan kepimpinannya dan gugurlah ketaatan rakyat kepadanya. Ketika itu beliau hendaklah digantikan dengan seorang yang adil”. Fatwa ini dilaporkan dalam Sahih Muslim bi Syarhi An-Nawawi (Al-Matbaah Al-Fikriah; juz. 12, 1924).
Usaha untuk mengajak kepada makruf dan mencegah kemungkaran tidak akan dapat dilaksanakan dengan sempurna tanpa ilmu. Justeru seseorang pemimpin Muslim wajib menguasai ilmu apatah lagi ilmu agama. Rata-ratanya kita sudah mengetahui bahawa ilmu yang diperlukan bukanlah semata-mata ilmu tentang tajwid, rukun solat, mandi wajib, wuduk, tayamum dan yang seumpamanya. Ia lebih dari itu.
Di samping itu beliau juga merupakan peribadi yang bersedia untuk terus belajar dan mendengar serta menghormati pandangan golongan ilmuwan terutamanya dalam bidang agama.
Berhati-hati Memilih Pemimpin
Ketika dalam perjalanan kita disuruh berhati-hati di jalan raya. Hadis-hadis pula menyuruh umatnya berhati-hati ketika memilih pasangan hidup serta kawan. Maka dalam konteks memilih pemimpin ia sudah pasti lebih dituntut lagi kerana isunya adalah lebih besar dan kesannya lebih meluas.
Dalam surah Al-Baqarah ayat 124, Allah berfirman:
“Berkata Allah (kepada Ibrahim), ‘Sesungguhnya Allah akan menjadikan kamu Imam (pemimpin) untuk manusia’. Berkata Ibrahim, ‘Dan juga dari keturunanku.’ (Berfirman Allah), ‘Janji-Ku tidak akan diberikan kepada mereka yang zalim’.”
Ayat ini menunjukkan pemimpin tidak boleh dilantik secara sembarangan. Sehubungan dengan ini Imam Qartubi dalam Al-Jamik li Ahkamil Quran berkata, “Ayat ini (iaitu al-Baqarah ayat 124) merupakan dalil bagi satu jemaah ulama Islam bahawa pemimpin-pemimpin mestilah dari golongan yang adil, ihsan dan mulia…..Adapun yang fasiq dan zalim mereka tidak layak menjadi pemimpin”.

OTORITER

Pemimpin dilarang bersikap otoriter

حَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ حَدَّثَنَا جَرِيرُ بْنُ حَازِمٍ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ أَنَّ عَائِذَ بْنَ عَمْرٍو وَكَانَ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَى عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ زِيَادٍ فَقَالَ أَيْ بُنَيَّ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ شَرَّ الرِّعَاءِ الْحُطَمَةُ فَإِيَّاكَ أَنْ تَكُونَ مِنْهُمْ فَقَالَ لَهُ اجْلِسْ فَإِنَّمَا أَنْتَ مِنْ نُخَالَةِ أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ وَهَلْ كَانَتْ لَهُمْ نُخَالَةٌ إِنَّمَا كَانَتْ النُّخَالَةُ بَعْدَهُمْ وَفِي غَيْرِهِمْ


‘Aidz bin amru r.a, ketika ia masuk kepada ubaidillah bin zijad berkata: hai anakku saya telah mendengar rasulullah saw bersabda: sesungguhnya sejahat-jahat pemerintah yaitu yang kejam (otoriter), maka janganlah kau tergolong daripada mereka. (HR. Buchary, Muslim)

KONTRAK POLITIK



mekanisme kontrol terhadap pemimpin

حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ فُرَاتٍ الْقَزَّازِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا حَازِمٍ قَالَ قَاعَدْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ خَمْسَ سِنِينَ فَسَمِعْتُهُ يُحَدِّثُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ


Abu hurairah r.a berkata : rasulullah saw bersabda : dahulu bani israil selalu dipimpin oleh nabi, tiap mati seorang nabi seorang nabi digantikan oleh nabi lainnya, dan sesudah aku ini tidak ada nabi, dan akan terangkat sepeninggalku beberapa khalifah. Bahkan akan bertambah banyak. Sahabat bertanya: ya rasulullah apakah pesanmu kepada kami? Jawab nabi: tepatilah baiatmu (kontrak politik) pada yang pertama, dan berikan kepada mereka haknya, dan  mohonlah kepada allah bagimu, maka allah akan menanya mereka dari hal apa yang diamanatkan dalam memelihara hambanya.

MENIPU RAKYAT

Hukuman bagi pemimpin yang menipu rakyat


حَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ حَدَّثَنَا أَبُو الْأَشْهَبِ عَنْ الْحَسَنِ قَالَ عَادَ عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ زِيَادٍ مَعْقِلَ بْنَ يَسَارٍ الْمُزنِيَّ فِي مَرَضِهِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ قَالَ مَعْقِلٌ إِنِّي مُحَدِّثُكَ حَدِيثًا سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ عَلِمْتُ أَنَّ لِي حَيَاةً مَا حَدَّثْتُكَ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا 
حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ

Abu ja’la (ma’qil) bin jasar r.a berkata: saya telah mendengar rasulullah saw bersabda: tiada seorang yang diamanati oleh allah memimpin rakyat  kemudian ketika ia mati ia masih menipu rakyatnya, melainkan pasti allah mengharamkan baginya surga. (buchary, muslim)

BIROKRATIS

Pemimpin dilarang bersikap birokratis


حَدَّثَنِي هَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ الْأَيْلِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ شِمَاسَةَ قَالَ أَتَيْتُ عَائِشَةَ أَسْأَلُهَا عَنْ شَيْءٍ فَقَالَتْ مِمَّنْ أَنْتَ فَقُلْتُ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ مِصْرَ فَقَالَتْ كَيْفَ كَانَ صَاحِبُكُمْ لَكُمْ فِي غَزَاتِكُمْ هَذِهِ فَقَالَ مَا نَقَمْنَا مِنْهُ شَيْئًا إِنْ كَانَ لَيَمُوتُ لِلرَّجُلِ مِنَّا الْبَعِيرُ فَيُعْطِيهِ الْبَعِيرَ وَالْعَبْدُ فَيُعْطِيهِ الْعَبْدَ وَيَحْتَاجُ إِلَى النَّفَقَةِ فَيُعْطِيهِ النَّفَقَةَ فَقَالَتْ أَمَا إِنَّهُ لَا يَمْنَعُنِي الَّذِي فَعَلَ فِي مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ أَخِي أَنْ أُخْبِرَكَ مَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي بَيْتِي هَذَا اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ فَارْفُقْ بِهِ و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ حَدَّثَنَا ابْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا جَرِيرُ بْنُ حَازِمٍ عَنْ حَرْمَلَةَ الْمِصْرِيِّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ شِمَاسَةَ عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ


‘Aisjah r.a berkata : saya telah mendengar rasulullah saw bersabda di rumahku ini : ya allah siapa yang menguasai sesuatu dari urusan umatku, lalu mempersukar pada mereka, maka persukarlah baginya. Dan siapa yang mengurusi umatku lalu berlemah lembut pada mereka, maka permudahlah baginya. (hr. Muslim)

Monday, 28 May 2012

kata pemimpin KDM dalam Barisan nasional

SEMANGAT DOKUMEN 20 PERKARA SAH & RELEVEN HINGGA BILA-BILA - ONGKILI 

 

 

Ia termaktub dalam laporan IGC dan Perlembagaan Persekutuan
KOTA MARUDU May 28, 2012: Kandungan dan semangat dokumen 20 Perkara bagi melindungi Sabah berikutan pembentukan Malaysia sah dan relevan hingga bila-bila kerana ia termaktub dalam laporan Jawatankuasa Antara Kerajaan (IGC) dan Perlembagaan Persekutuan, kata Menteri Sains, Teknologi dan Inovasi Datuk Seri Dr Maximus Ongkili.
Anggota Parlimen Kota Marudu itu berkata 20 Perkara yang dimuatkan dalam satu memorandum oleh tujuh parti politik pada 1962 dan dikemukakan kepada IGC itu, bukan dokumen rasmi kerajaan, tetapi semata-mata satu memorandum politik.
Bagaimanapun, apa yang rasmi mengenainya ialah perbincangan dan penerimaan perkara berkenaan oleh IGC dan akhirnya penerapannya ke dalam Perjanjian Malaysia serta Perlembagaan Persekutuan,” kata beliau pada majlis sambutan Pesta Kaamatan di Kampung Timbang Batu, dekat sini semalam.
Namun demikian, kata Ongkili, tidak sampai 10 Perkara yang terkandung dalam 20 Perkara asas itu masih relevan.
“Selebihnya, terutama peruntukan berkaitan kewangan, bahasa, agama dan pendidikan secara rela hati diserahkan oleh para pemimpin kerajaan Sabah sebelum ini kepada kerajaan persekutan atau ia (perkara berkenaan) telah lupus kerana masa.
“Oleh itu, apabila kita bercakap tentang 20 Perkara berkenaan hari ini, kita perlu menyebut secara khusus perkara mana yang kita maksudkan.
“Perhatikan Perkara nombor 4 daripada 20 Perkara itu, yang menyebut bahawa tidak boleh berpisah daripada Persekutuan. Ini menjadikan Malaysia suatu percantuman kekal. Oleh itu, kita perlu bercakap tentang usaha mengukuhkan integrasi wilayah kerana ia merupakan komitmen politik para pemimpin pengasas Sabah mengenai Persekutuan.
Beliau berkata: “Hari ini, ahli politik Sabah, terutama pembangkang, hanya bercakap untuk mengutuk dan mengritik persekutuan dan pemimpin persekutuan tapi tidak banyak bersuara tentang usaha membangunkan negara dan menjadikan Malaysia negara yang lebih baik untuk anak-anak kita.”
Timbalan presiden Parti Bersatu Sabah (PBS) itu berkata parti itu akan terus berjuang untuk mengekalkan mana-mana perkara yang masih ada dan untuk mengukuhkan kedudukanya yang sah.
“Kami berdiri teguh bersama rakyat Sabah untuk mempastikan kerajaan persekutuan menghormati perkara berkenaan. Pihak yang memperjuangkan 20 Perkara ini ialah parti dalam Barisan Nasional (BN), terutama Parti Bersatu sabah (PBS).
“Parti pembangkang hanya tahu bercakap dan memainkan sentimen, tapi tidak mempunyai keberanian untuk mempertahankan hak rakyat Sabah.
“Jadi, cara paling baik untuk mempertahankan perkara itu ialah dengan memastikan BN terus memerintah Sabah,” kata Ongkili, yang turut menghadiri sambutan Pesta Kaamatan peringkat Mukim Ranau dan Kampung Manggaris.