PRINSIP KE DUA
AL-QURAN DAN AS-SUNNAH RUJUKAN MUSLIM
Mukadimah
Seorang
muslim yang telah meyakini kebenaran Islam, ia harus mengembalikan
seluruh dimensi kehidupannya dalam rengkuhan nilai-nilainya yang
terdapat dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Keduanya harus dijadikan
referensi utama dalam cara berfikir, cara mengambil keputusan dan cara
bertindak. Karena Al-Quran dan As-Sunnah inilah merupakan sumber
petunjuk yang mampu membimbing manusia muslim ke jalan yang benar.
“Kami tidak menurunkan Al Qur'an ini kepadamu agar kamu menjadi susah.” (QS 20:2)
“Sesungguhnya
Al Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan
memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal
saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (QS 17:9)
“Tidaklah beriman seseorang di antara kalian sehingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa.” (Lihat Arba’in Nawawi)
“Bagi
setiap amal itu ada masa semangat (puncaknya, dan bagi setiap masa
semangat itu ada masa lemah (malas). Barang siapa yang tetap mengikuti
sunnahku di masa lemahnya, sungguh ia akan memperoleh petunjuk. Dan
barang siapa yang mengikuti selain sunnahku pada masa lemahnya niscaya
ia akan binasa.” (HR Ibnu Hibban dan Ahmad)
Dan apabila ada
manusia muslim yang berpegang teguh pada konsep-konsep selain Al-Quran
dan As-Sunnah dalam menata kehidupannya, niscaya ia akan menyimpang dari
jalan yang sebenarnya. Ia akan sesat, terombang ambing dalam dunia maya
yang tidak menentu dan akhirnya terjebak dalam jaring hawa nafsu yang
menyesatkan.
“Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka.” (QS 2:15)
“Dan
barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku(Al-Quran), maka sesungguhnya
baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada
hari kiamat dalam keadaan buta".(QS 20:124)
“Hai Daud,
sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi,
maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan haq (kebenaran
dan adil) dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan
menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat
darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka
melupakan hari perhitungan.” (QS 38:26)
Imam Asy-Syahid Hasan
Al-Banna berkata: “Al-Quran dan As-Sunnah merupakan referensi utama bagi
setiap muslim dalam mengenal (memahami) hokum-hukum Islam.”
KORELASI ANTARA PRINSIP PERTAMA DAN KEDUA
Prinsip
ini sangat kuat berkaitan dengan prinsip sebelumnya yaitu tentang
syumuliatul Islam (universalitas dan integralitas Islam) dalam setiap
dimensi kehidupan. Dan prinsip ke dua ini, menegaskan al-mashdar
(sumber) yang di mana darinya kita menggali seluruh hokum yang mengatur
setiap dimensi kehidupan Islam tersebut.
Dan hanya kepada kedua
sumber ini, seluruh ummat Islam harus kembali. Mereka harus mampu
mengaplikasikan nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan yang ada
dalam dua sumber ini dalam kisi-kisi kehidupannya.
Dan
Al-Quran harus dipahami sesuai dengan kaidah-kaidah Bahasa Arab tanpa
dengan takalluf (susah payah/memberatkan) dan ta’assuf (serampangan/
seporadis). Dan dalam memahami As-Sunnah Al-Muthoharah harus
dikembalikan kepada Rijalul hadits (Ahli/pakar hadits) yang terpercaya.”
DALIL-DALIL TENTANG PRINSIP INI
Adapun dalil-dalil yang
menegaskan bahwa setiap muslim harus kembali kepada dua sumber hokum
yaitu, Al-Quran dan Al-Hadits sangatlah banyak. Di antaranya adalah;
“Hai
orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”(QS 4:59)
“…Dan
Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) untuk menjelaskan segala
sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang
yang berserah diri.”(QS 16:89)
“…Dan apa yang dibawaRasul
kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat
keras hukumannya.” (QS 59:7)
Dan di antara hadits-hadits Rasulullah saw yang berkaitan dengan ini adalah;
“Bagaimana
kamu (Mu’adz bin Jabal) menghukumi apabila datang kepadamu masalah
hokum?, Ia berkata: “Aku akan menghukumi dengan Kitab Allah.” Beliau
bertanya lagi: “Maka apabila kamu tidak menemukannya dalam Kitab
Allah?”, Ia menjawab: “Maka (Aku menghukumi) dengan Sunnah Rasulullah.”
Beliau bertanya kembali: “Maka apabila kamu tidak menemukannya dalam
sunnah Rasulullah saw dan Kitabullah?” Ia berkata: “Aku akan berijtihad
sesuai dengan pendapatku dan aku tidak akan menyimpang.” Kemudian
Rasulullah saw meletakkan tangan ke dadnya seraya bersabda: “Segala puji
bagi Allah yang telah memberikan taufik kepada utusan Utusannya Allah
terhadap sesuatu yang diridloi Rasulullah.”
“Siapa di antara
kalian yang masih hidup sesudahku maka dia pasti akan melihat perbedaan
yang dahsiat. Oleh karena kalian harus mengikuti Sunnahku dan Sunnah
Khulafa’ur Rasyidin. Gigitlah sunnah itu dengan gigi taringmu.” (HR Abu
Dawud)
Imam Al-Auzai berkata: “Bersabarlah mengikuti Sunnah,
berhentilah di mana kaum Slaf berhenti, katakanlah apa yang mereka
katakana, jauhilah apa yang mereka jauhi, ikutilah jaln para pendahulumu
yang saleh, karena apa yang cukup bagi mereka akan cukup bagimu.”
Imam
Sufyan berkata: “Tidak diterima suatu perkataan kecuali disertai amal,
dan tidaklah lurus perkataan dan amal kecuali dengan niat dan tidak
lurus perkataan, amal dan niat kecuali bila sesuai dengan sunnah.”
Di
dalam penentuan dan penggalian hokum-hukum Islam, selalu mengacu kepada
dalil-dalil syar’iah baik yang disepakati maupun yang diperselisihkan.
Dan di dalam prinsip ini, Imam Syahid hanya menyebutkan dua sumber dari
dalil-dalil qot’iah lainnya dikarenakan beberapa sebab berikut ini;
Pertama,
Ia ingin menghimpun hati-hati umat dalam jalan yang telah disepakati,
yaitu Al-Quran dan As-Sunnah. Adapun dalil Ijma’ dan Qias ada sebagian
Ulama yang memperselisihkan. Dan dalil-dalil yang lain seperti ‘Urf,
Istihsan, Mashalih Al-Mursalah dan yang lainnya merupakan ajang
perdebatan para Ulama.
Kedua, Sesungguhnya dalil-dalil yang lain,
Al-Quran dan As-Sunnahlah yang mengisyaratkan kepadanya. Oleh karena
itu merasa cukup dengan keduanya adalah merasa cukup dengan asal tanpa
mengingkari dalil-dalil yang lain bagi yang menggunakannya.
Imam
Asy-Syathibi berkata: “Sesungguhnya dalil-dalil itu ada dua macam yaitu
naqliah dan aqliah. Dan ketika melakukan analisa lebih jauh lagi kita
sampai sebuah konklusi bahwa dalil-dalil syar’iah hanya terangkum dalam
Al-Kitab dan As-Sunnah. Karena dalil-dalil yang tetap itu tidak mungkin
tertumpu pada akal. Akan tetapi hanya bersandar pada Al-Kitab dan
As-Sunnah. …Keduanya merupakan sumber utama dan tempat bersandarnya
hokum-hukum yang ada…” (Al-Muwafaqat, Asy-Syatibi 23/42)
Methodologi Memahami Al-Quran
Untuk
memahami Al-Quran, seorang muslim harus kembali kepada kaidah-kaidah
Bahasa Arab dengan tanpa takalluf (menyulitkan/bicara tentang hal yang
tidak berfaedah) dan ta’ssuf (berjalan tanpa ilmu pengetahuan dan
petunjuk/ sporadis ). Tentunya setelah tidak ditemukan penafsiran
Al-Quran dengan Al-Quran, atau dengan Al-Sunnah, atau perkataan para
sahabat dan atau ucapan para tabi’in. Karena Al-Quran diturunkan dengan
bahasa Arab sebagaimana yang dijelaskan oleh beberapa firman Allah
berikut ini;
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur'an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (QS 12:2)
“Dan sesungguhnya Al Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam,
dia
dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad)
agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi
peringatan,
dengan bahasa Arab yang jelas”.(QS 26:192-195)
Oleh
karena itu, Islam mengingatkan umatnya untuk tidak memahami Al-Quran
hanya bersandarkan kepada akal atau pendapatnya sendiri. Rasulullah saw
bersabda: “Barang siap yang bicara tentang Al-Quran dengan pendapatnya
sendiri atau dengan sesuatu yang tidak diketahui, maka hendaklah ia
mempersiapkan tempat duduknya (kembalinya) dari api neraka.” (HR
At-tirmidzi, An-Nasa-I, Abu Dawud)
“Barang siap yang bicara tentang Al-Quran dengan pendapatnya sendiri, maka ia akan salah.” (HR Abu Imran)
“Barang
siapa bicara tentang Kitabullah dengan pendapatnya sendiri maka
(apabila pendapatnya) benar, maka ia tetap salah.” (HR Abu Dawud,
At-Tirmidzi dan An-Nisa-I)
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal (Alumni Ma’had Ilmi)
Dimuroja’ah oleh: Ustadz Aris Munandar
Saudaraku
yang semoga selalu mendapatkan taufik Allah. Sesungguhnya agama Islam
adalah agama yang sempurna dan telah mengatur berbagai macam perkara
yang akan mendatangkan kebaikan bagi tiap hambanya. Di antaranya, agama
ini telah mengajarkan kepada umatnya mengenai sunah-sunah fitrah.
Sunah-sunah ini merupakan kebiasaan yang sudah dilakukan oleh
orang-orang terdahulu. Allah tabiatkan pada manusia untuk melakukannya,
cenderung kepadanya, menganggapnya sebagai suatu hal yang indah, dan
meninggalkannya berarti telah bertolak belakang dengan fitrah manusia
atau dapat dikatakan sebagai manusia tidak normal. Maka sangatlah baik
sekali jika kita memperhatikan pembahasan berikut ini.
Pengertian Sunah Fitrah
Sunah
Fitrah adalah suatu tradisi yang apabila dilakukan akan menjadikan
pelakunya sesuai dengan tabiat yang telah Allah tetapkan bagi para
hambanya, yang telah dihimpun bagi mereka, Allah menimbulkan rasa cinta
(mahabbah) terhadap hal-hal tadi di antara mereka, dan jika hal-hal
tersebut dipenuhi akan menjadikan mereka memiliki sifat yang sempurna
dan penampilan yang bagus.
Hal ini merupakan sunah para Nabi
terdahulu dan telah disepakati oleh syariat-syariat terdahulu. Maka
seakan-akan hal ini menjadi perkara yang jibiliyyah (manusiawi) yang
telah menjadi tabi’at bagi mereka. (Lihat Shohih Fiqhis Sunah, I/97).
Faedah Mengerjakan Sunah Fitrah
Berdasarkan
hasil penelitian pada Al Quran dan As Sunah, diketahui bahwa perkara
ini akan mendatangkan maslahat bagi agama dan kehidupan seseorang, di
antaranya adalah akan memperindah diri dan membersihkan badan baik
secara keseluruhan maupun sebagiannya. (Lihat Shohih Fiqhis Sunah,
I/97).
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, bahwa sunah fitrah ini akan
mendatangkan faedah diniyyah dan duniawiyyah, di antaranya, akan
memperindah penampilan, membersihkan badan, menjaga kesucian,
menyelisihi simbol orang kafir, dan melaksanakan perintah syariat.
(Lihat Taisirul ‘Alam, 43).
Dalil Sunah Fitrah
Sebagian dari sunah fitrah ini dapat dilihat dari hadits-hadits berikut ini:
1. Hadits dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْفِطْرَةُ خَمْسٌ الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَقَصُّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَنَتْفُ الْآبَاطِ
“Ada
lima macam fitrah, yaitu: khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong
kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.” (HR. Bukhari no. 5891
dan Muslim no. 258)
2. Hadits dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَشْرٌ
مِنْ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ وَالسِّوَاكُ
وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ وَقَصُّ الْأَظْفَارِ وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ
وَنَتْفُ الْإِبِطِ وَحَلْقُ الْعَانَةِ وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ قَالَ
زَكَرِيَّاءُ قَالَ مُصْعَبٌ وَنَسِيتُ الْعَاشِرَةَ إِلَّا أَنْ تَكُونَ
الْمَضْمَضَةَ
“Ada sepuluh macam fitrah, yaitu memotong kumis,
memelihara jenggot, bersiwak, istinsyaq (menghirup air ke dalam
hidung,-pen), memotong kuku, membasuh persendian, mencabut bulu ketiak,
mencukur bulu kemaluan, istinja’ (cebok) dengan air.” Zakaria berkata
bahwa Mu’shob berkata, “Aku lupa yang kesepuluh, aku merasa yang
kesepuluh adalah berkumur.” (HR. Muslim no. 261, Abu Daud no. 52, At
Tirmidzi no. 2906, An Nasai 8/152, Ibnu Majah no. 293)
Meskipun dalam
hadits di atas disebutkan sepuluh hal, namun sunah fitrah tidaklah
terbatas pada kesepuluh perkara di atas berdasarkan kaedah “Mahfumul
‘adad laysa bil hujjah” yaitu pemahaman terhadap jumlah bilangan
tidaklah bisa menjadi hujjah (argumen). Di antara sunah fitrah tersebut
adalah:
Khitan
Istinja’ (cebok) dengan air
Bersiwak
Memotong kuku
Memotong kumis
Memelihara jenggot
Mencukur bulu kemaluan
Mencabut bulu ketiak
Membasuh persendian (barojim) yaitu tempat melekatnya kotoran seperti sela-sela jari, ketiak, telinga, dll.
Berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung), juga termasuk istintsar (mengeluarkan air dari dalam hidung)
Penjelasan Sunah-Sunah Fitrah
Mencukur Bulu Kemaluan (Istihdaad)
Yang
dimaksud dengan bulu kemaluan di sini adalah bulu yang tumbuh di
sekitar kemaluan. Dinamakan istihdad (asal katanya dari hadiid yaitu
besi-pen) karena hal ini dilakukan dengan sesuatu yang tajam seperti
pisau cukur. Dengan melakukan hal ini, tubuh akan menjadi bersih dan
indah. Dan boleh mencukurnya dengan alat apa saja, baik berupa alat
cukur atau sejenisnya. (Al Mulakhos Al Fiqh, I/37). Bisa pula dilakukan
dengan memotong/menggunting, mencukur habis, atau dengan mencabutnya.
(Lihat Al Wajiz fii Fiiqhis Sunah wal Kitaabil ‘Aziz, 29 dan Fiqh Sunah,
1/37).
Memotong Kumis dan Merapikannya
Yaitu dengan memotongnya
sependek mungkin. Dengan melakukan hal ini, akan terlihat indah, rapi,
dan bersih. Dan ini juga dilakukan sebagai pembeda dengan orang kafir,
(Lihat Al Mulakhos Al Fiqh, 37). Hadits-hadits tentang hal ini terdapat
dalam pembahasan ‘memelihara jenggot’ pada bagian selanjutnya.
Memotong Kuku
Yaitu
dengan memotongnya dan tidak membiarkannya memanjang. Hal ini juga
dilakukan dengan membersihkan kotoran yang terdapat di bawah kuku.
Dengan melakukan hal ini akan terlihat indah dan bersih, dan untuk
menjauhi kemiripan (tasyabbuh) dengan binatang buas yang memiliki kuku
yang panjang. (Lihat Al Mulakhos Al Fiqh, 38).
Mencabut Bulu Ketiak
Yaitu,
menghilangkan bulu-bulu yang tumbuh di lipatan ketiak. Baik dilakukan
dengan cara dicabut, digunting, dan lain-lain. Dengan melakukan hal ini
tubuh akan menjadi bersih dan akan menghilangkan bau yang tidak enak
yang disebabkan oleh keberadaan kotoran-kotoran yang melekat pada
ketiak. (Lihat Al Mulakhos Al Fiqh, 38).
Apakah pada keempat sunah fitrah di atas terdapat batasan waktu untuk memotongnya?
Keempat
sunah fitrah ini tidak dibatasi dengan waktu tertentu, tetapi batasan
waktunya adalah sesuai kebutuhan. Kapan saja dibutuhkan, itulah waktu
untuk membersihkan/memotongnya.
Tetapi sebaiknya hal ini tidak dibiarkan lebih dari 40 hari, karena terdapat hadits dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu:
وُقِّتَ
لَنَا فِي قَصِّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمِ الْأَظْفَارِ وَنَتْفِ الْإِبِطِ
وَحَلْقِ الْعَانَةِ أَنْ لَا نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Kami
diberi batasan waktu oleh Rasulullah untuk mencukur kumis, memotong
kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur bulu kemaluan, tidak dibiarkan
lebih dari 40 hari.” (HR. Muslim dan selainnya) (Lihat Shohih Fiqh
Sunah, I/101).
Berkhitan
Berkhitan (ada yang menyebutnya dengan
’sunnat’,-pen) adalah memotong kulit yang menutupi kepala/ujung kemaluan
bagi laki-laki dan memotong kulit bagian atas kemaluan bagi perempuan.
(Lihat Shohih Fiqh Sunah, I/98). Tujuannya adalah untuk menjaga agar di
sana tidak terkumpul kotoran, juga agar leluasa untuk kencing, dan
supaya tidak mengurangi kenikmatan dalam bersenggama. (Fiqh Sunah,
1/37).
Berkhitan adalah sunah yang telah ada sejak lama sekali.
Sebagaimana hadits dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اخْتَتَنَ إِبْرَاهِيمُ بَعْدَ ثَمَانِينَ سَنَةً وَاخْتَتَنَ بِالْقَدُومِ
“Ibrahim
berkhitan setelah mencapai usia 80 tahun, dan beliau berkhitan dengan
Al Qodum.” (HR. Bukhari, inilah lafadz yang terdapat dalam Shahih
Bukhari yang berbeda dalam kitab Fiqh Sunah, -pen)
Syaikh Sayid Sabiq
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Al Qodum di sini adalah alat
untuk memotong kayu (kampak) atau suatu nama daerah di Syam. (Lihat Fiqh
Sunah, 1/37).
- Hukum khitan
Ada 3 pendapat dalam hal ini:
Wajib bagi laki-laki dan perempuan.
Sunah (dianjurkan) bagi laki-laki dan perempuan.
Wajib bagi laki-laki dan sunah bagi perempuan (Lihat Shohih Fiqh Sunah, I /98).
- Wajibnya Khitan Bagi Laki-Laki
Dalil yang menunjukkan tentang wajibnya khitan bagi laki-laki adalah:
1.
Hal ini merupakan ajaran dari Nabi terdahulu yaitu Nabi Ibrahim
‘alaihis salam dan kita diperintahkan untuk mengikutinya. Rasullullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Ibrahim -Al
Kholil- berkhitan setelah mencapai usia 80 tahun, dan beliau berkhitan
dengan kampak.” (HR. Bukhari)
Allah Ta’ala berfirman,
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Kemudian
kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang
hanif” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan
Tuhan.” (An Nahl: 123)
2. Nabi memerintah laki-laki yang baru masuk Islam dengan sabdanya,
أَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفْرِ وَاخْتَتِنْ
“Hilangkanlah
rambut kekafiran yang ada padamu dan berkhitanlah.” (HR. Abu Daud dan
Baihaqi, dan dihasankan oleh Al Albani). Hal ini menunjukkan bahwa
khitan adalah wajib.
3. Khitan merupakan pembeda antara kaum muslim
dan Nasrani. Sampai-sampai tatkala di medan pertempuran umat Islam
mengenal orang-orang muslim yang terbunuh dengan khitan. Kaum muslimin,
bangsa Arab sebelum Islam, dan kaum Yahudi dikhitan, sedangkan kaum
Nasrani tidak demikian. Karena khitan sebagai pembeda, maka perkara ini
adalah wajib.
4. Menghilangkan sesuatu dari tubuh tidaklah
diperbolehkan. Dan baru diperbolehkan tatkala perkara itu adalah wajib.
(Lihat Shohih Fiqh Sunah, I /99 dan Asy Syarhul Mumthi’, I/110).
- Khitan Tetap Disyariatkan Bagi Perempuan
Adapun
untuk perempuan, khitan tetap disyariatkan. Dalilnya adalah sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya, “Apabila bertemu
dua khitan, maka wajib mandi.” (HR. Ibnu Majah, shahih). Hadits ini
menunjukkan bahwa perempuan juga dikhitan. Adapun hadits-hadits yang
mewajibkan khitan, di dalamnya tidaklah lepas dari pembicaraan, ada yang
dianggap dha’if (lemah) dan munkar. Namun hadits-hadits tersebut
dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shohihah.
Jika
hadits ini dha’if, maka khitan tetap wajib bagi perempuan sebagaimana
diwajibkan bagi laki-laki, karena pada asalnya hukum untuk laki-laki
juga berlaku untuk perempuan kecuali terdapat dalil yang membedakannya
dan dalam hal ini tidak terdapat dalil pembeda. Namun terdapat pendapat
lain yang mengatakan bahwa khitan bagi perempuan adalah sunah
(dianjurkan) sebagai bentuk pemuliaan terhadap mereka.
Pendapat ini
sebagaimana yang dipilih oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin
rahimahullah dalam kitabnya Asy Syarhul Mumthi’. Beliau mengatakan,
“Terdapat perbedaan hukum khitan antara laki-laki dan perempuan. Khitan
pada laki-laki terdapat suatu maslahat di dalamnya karena hal ini akan
berkaitan dengan syarat sah shalat yaitu thoharoh (bersuci). Jika kulit
pada kemaluan yang akan dikhitan tersebut dibiarkan, kencing yang keluar
dari lubang ujung kemaluan akan ada yang tersisa dan berkumpul pada
tempat tersebut. Hal ini dapat menyebabkan rasa sakit/pedih tatkala
bergerak dan jika dipencet/ditekan sedikit akan menyebabkan kencing
tersebut keluar sehingga pakaian dapat menjadi najis. Adapun untuk
perempuan, tujuan khitan adalah untuk mengurangi syahwatnya. Dan ini
adalah suatu bentuk kesempurnaan dan bukanlah dalam rangka untuk
menghilangkan gangguan.” (Lihat Shohih Fiqh Sunah, I/99-100 dan Asy
Syarhul Mumthi’, I/110).
Kesimpulan: Ada perbedaan pendapat tentang
hukum khitan bagi perempuan. Minimal hukum khitan bagi perempuan adalah
sunah (dianjurkan) dan yang paling baik adalah melakukannya dengan
tujuan sebagaimana perkataan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin di atas yaitu untuk
mengurangi syahwatnya.
- Dianjurkan Melakukan Khitan Pada Hari Ketujuh Setelah Kelahiran
Hal
ini sebagaimana hadits dari Jabir radhiallahu ‘anhu, beliau berkata
bahwa, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaqiqah Hasan dan
Husain dan mengkhitan mereka berdua pada hari ketujuh (setelah
kelahiran,-pen).” (HR. Ath Thabrani dalam Ash Shogir)
Ibnu ‘Abbas
radhiallahu ‘anhuma mengatakan, “Ada tujuh sunah bagi bayi pada hari
ketujuh, yaitu: pemberian nama, khitan,…” (HR. Ath Thabrani dalam Al
Ausath)
Kedua hadits ini memiliki kelemahan, namun saling menguatkan
satu dan lainnya. Jalur keduanya berbeda dan tidak ada perawi yang
tertuduh berdusta di dalamnya. (Lihat Tamamul Minnah, 1/68).
Adapun
batas maksimal usia khitan adalah sebelum baligh. Sebagaimana perkataan
Ibnul Qoyyim: “Orang tua tidak boleh membiarkan anaknya tanpa dikhitan
hingga usia baligh.” (Lihat Tamamul Minnah, 1/69).
Sangat baik sekali
jika khitan dilakukan ketika anak masih kecil agar luka bekas khitan
cepat sembuh dan agar anak dapat berkembang dengan sempurna. (Lihat Al
Mulakkhos Al Fiqh, 37). Selain itu, khitan pada waktu kecil akan lebih
menjaga aurat, dibanding jika dilakukan ketika sudah besar.
Memelihara Jenggot
- Hukum Memelihara Jenggot Adalah Wajib
Hukum
memelihara/membiarkan jenggot adalah wajib dan haram untuk dicukur.
Karena mencukurnya termasuk perbuatan merubah ciptaan Allah dan termasuk
perbuatan syaitan. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَلَآَمُرَنَّهُمْ
فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا
مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا
“Dan akan Aku
suruh mereka (merubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka
merubahnya. Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain
Allah, maka Sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.” (An Nisa’:
119)
Memotongnya juga berarti telah menyerupai wanita. Padahal
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat bentuk
penyerupaan (baca: tasyabbuh) seperti ini. Beliau bersabda,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنْ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita.” (HR. Bukhari dan Tirmidzi, shahih)
Nabi
telah memerintahkan untuk memelihara jenggot. Dan menurut ilmu Ushul
Fikih, perintah menunjukkan suatu kewajiban. Perintah tersebut dapat
dilihat dari hadits-hadits di bawah ini.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ
“Cukurlah kumis, biarkanlah jenggot, dan selisilah majusi.” (HR. Muslim, 1/222/260)
Imam
Nawawi rahimahullah mengatakan bahwa makna memelihara di atas adalah
membiarkannya sebagaimana adanya. (Syarah Shahih Muslim).
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ
“Selisilah orang-orang musyrik, lebatkanlah jenggot, dan cukur habislah kumis.” (HR. Bukhari, 10/349/5892)
- Pernyataan Para Ulama Tentang Mencukur Jenggot
Mayoritas
para ulama dan ahli fikih secara tegas menyatakan bahwa mencukur
jenggot itu haram. Ibnu Hazm berkata, “Para ulama sepakat bahwa mencukur
jenggot merupakan perbuatan mutslah yang terlarang.” Mutslah adalah
perbuatan memperburuk atau membuat jelek. Tidaklah diragukan bahwa wajah
adalah anggota tubuh yang mulia, karena di sana terdapat sejumlah
indera. Wajah juga merupakan sumber/pusat ketampanan. Pada wajah
terdapat ciptaan Allah yang indah yang seharusnya dijaga dan
diperlakukan secara istimewa. Tidak malah dihinakan dan dibuat agar
tampak buruk/jelek. Dari ‘Abdullah bin Yazid Al Anshory, beliau berkata,
نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النُّهْبَى وَالْمُثْلَةِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menjadikan hewan sebagai sasaran dan melarang mutslah.” (HR. Bukhari no. 2294)
Dalam
Al Ikhtiyarot Al Ilmiyyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (Dan beliau
mengikuti mazhab Imam Ahmad -ed) berkata, “Diharamkan mencukur jenggot
berdasar berbagai hadits yang shahih dan tidak seorang ulama pun yang
membolehkannya.” Ibnu Abidin dari kalangan ulama Hanafiah dalam Roddul
Muhtar menyatakan, “Diharamkan bagi laki-laki memotong jenggot.” Dalam
Al Umm Imam Syafi’i menegaskan haramnya mencukur jenggot. Dari kalangan
Malikiyyah, Al ‘Adawi menukil pernyataan Imam Malik, “Itu termasuk
perbuatan orang-orang Majusi.” Ibnu ‘Abdil Bar dalam At Tamhid berkata,
“Diharamkan mencukur jenggot. Tidak ada yang melakukannya kecuali
laki-laki yang bergaya seperti perempuan.” (Lihat Minal Hadiin Nabawi
I’faul Lihyah, edisi terjemahan berjudul Jenggot Yes, Isbal No – Media
Hidayah). (Sehingga jelas bahwa banyak ulama empat mazhab yang
mengharamkan mencukur jenggot -ed).
- Rasulullah Tidak Suka Melihat Wajah Orang yang Tercukur Jenggotnya
Ketika
Kisra (penguasa Persia) mengutus dua orang untuk menemui Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka menemui beliau dalam keadaan
jenggot yang tercukur dan kumis yang lebat. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak suka melihat keduanya. Beliau bertanya, “Celaka
kalian! Siapa yang memerintahkan kalian seperti ini?” Keduanya berkata,
“Tuan kami (yaitu Kisra) memerintahkan kami seperti ini.” Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan tetapi, Rabbku
memerintahkanku untuk memelihara jenggotku dan menggunting kumisku.”
(HR. Thabrani, Hasan)
Wahai saudaraku yang begitu mudah mencukur
jenggotnya, bagaimana pendapatmu apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam tidak suka melihat wajahmu? Jawaban apa yang akan engkau
berikan ketika beliau memalingkan wajahnya darimu seraya berkata, “Siapa
yang memerintahmu seperti ini?” Ketahuilah bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tidaklah menyuruh melakukan sesuatu melainkan beliau
merupakan orang yang pertama melakukannya. Oleh karenanya jenggot beliau
lebat dan utuh. (Lihat Minal Hadiin Nabawi I’faul Lihyah, edisi
terjemahan berjudul Jenggot Yes, Isbal No – Media Hidayah).
- Mencukur Jenggot Adalah Suatu Bentuk Pemborosan dan Dosa Secara Terang-Terangan
Tidak
perlu diragukan lagi bahwa mencukur jenggot membutuhkan biaya yaitu
untuk membeli alat cukur, sabun, dan silet. Ini semua termasuk
membelanjakan harta yang Allah amanahkan kepada hamba-Nya tidak pada
tempatnya sehingga pelakunya akan dimintai pertanggungjawaban pada hari
kiamat. Seseorang tidak boleh berdalih, ‘ini kan cuma sedikit dan tidak
berarti apa-apa’. Ingatlah firman Allah,
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
“Barangsiapa
yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah (semut hitam), niscaya dia
akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan
sebesar dzarrah (semut hitam), niscaya dia akan melihat (balasan)nya
pula.” (Al Zalzalah: 7-8)
Selain pemborosan harta, mencukur jenggot
juga menghabiskan waktu. Padahal waktu adalah hal yang mahal dan
berharga, maka harus dijaga sebaik-baiknya dan tidak boleh disia-siakan,
apalagi untuk melakukan perkara yang haram.
Mencukur jenggot
merupakan sebuah perbuatan dosa yang dilakukan terang-terangan. Padahal
orang yang demikian tidak akan dimaafkan. Sebagaimana Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ
“Setiap umatku akan dimaafkan kecuali orang yang melakukan dosa secara terang-terangan.” (HR. Bukhari no. 5608)
Hukum “Merapikan” Jenggot
Ulama
berselisih pendapat mengenai masalah ini. Adapun pendapat yang paling
kuat di antara berbagai pendapat yang ada adalah tidak boleh merapikan
jenggot meski hanya memotong beberapa bagian saja. Hal ini didasarkan
pada sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik berupa ucapan
maupun perbuatan, sebagaimana terdapat dalam hadits yang shohih. Salah
satu ciri fisik Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah memiliki
jenggot yang lebat.
كَانَ كَثِيرَ شَعْرِ اللِّحْيَةِ
“Rambut jenggot Nabi banyak (lebat).” (HR. Muslim)
Ketika
Anas menceritakan ciri fisik Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia
berkata: “Jenggot Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memenuhi sebelah
sini dan sebelah sini. Anas lalu memberi isyarat dengan tangannya pada
dua tulang rahang bawahnya.” (HR. Ibnu Asakir dalam tarikhnya)
Dan
para sahabat radhiallahu ‘anhum ajma’in juga mengetahui kalau Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca Al Quran dalam shalat Zuhur dan
Ashar melalui gerakan jenggot beliau. (HR. Bukhari)
Sungguh betapa
aneh orang yang mengaku cinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun
tidak menyukai penampilan beliau dan tidak mau menirunya. Padahal Allah
ta’ala telah berfirman,
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ
فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar)
mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni
dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali ‘Imron: 31)
Adapun
hadits yang menyatakan bahwa Nabi memotong jenggotnya pada sisi kanan
dan sisi kiri merupakan hadits yang sangat lemah sehingga tidak bisa
dijadikan dalil. Sedangkan orang yang berpendapat bahwa jika jenggot
telah lebih dari satu genggam maka selebihnya dipotong, berdasarkan
riwayat Umar dan Ibnu Umar -radhiallahu ‘anhuma- adalah tidak tepat.
Riwayat tersebut tidak dapat digunakan sebagai alasan karena
bertentangan dengan hadits-hadits yang mewajibkan memelihara jenggot
yang dinilai lebih kuat. Oleh karena itu, riwayat tersebut tidak dapat
dijadikan dalil karena sunah Nabi harus didahulukan dari segalanya.
Tidak ada pendapat yang bisa diterima, apabila menyelisihi sunah. Dalil
itu terdapat pada riwayat para sahabat Nabi, bukan dalam pendapat
pribadi mereka. Di samping itu, perbuatan Umar dan Ibnu Umar ini itu
khusus pada haji, tidak pada setiap kesempatan, sebagaimana pendapat
orang yang membolehkan merapikan jenggot.
Pendapat yang paling
hati-hati adalah dengan mengikuti pendapat tersirat dari hadits-hadits
yang memerintahkan memelihara jenggot. Dan memeliharanya adalah suatu
pekerjaan yang mudah, tidak perlu biaya apa-apa untuk menipiskan ataupun
mencukurnya, tidak buang-buang waktu dan tenaga. Wallahu a’alam bish
showab. (Lihat Minal Hadiin Nabawi I’faul Lihyah, edisi terjemahan
berjudul Jenggot Yes, Isbal No – Media Hidayah).
Teladanilah Rasulullah
Saudaraku yang semoga dirahmati Allah, kami ingatkan engkau dengan hadits berikut. Dari Al Asy’ats bin Sulaim, ia berkata:
سَمِعْتُ
عَمَّتِي ، تُحَدِّثُ عَنْ عَمِّهَا قَالَ : بَيْنَا أَنَا أَمْشِي
بِالمَدِيْنَةِ ، إِذَا إِنْسَانٌ خَلْفِي يَقُوْلُ : « اِرْفَعْ إِزَارَكَ
، فَإِنَّهُ أَنْقَى» فَإِذَا هُوَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّمَا هِيَ بُرْدَةٌ
مَلْحَاءُ) قَالَ : « أَمَّا لَكَ فِيَّ أُسْوَةٌ ؟ » فَنَظَرْتُ فَإِذَا
إِزَارَهُ إِلَى نِصْفِ سَاقَيْهِ
“Saya pernah mendengar bibi saya
menceritakan dari pamannya yang berkata: “Ketika saya sedang berjalan di
kota Al Madinah, tiba-tiba seorang laki-laki di belakangku berkata:
“Angkat kainmu, karena itu lebih terjaga (kebersihan dan semakin
awet,-pen).” Ternyata orang itu adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Aku berkata: “Sesungguhnya yang kukenakan ini tak lebih
hanyalah burdah yang bergaris-garis hitam dan putus.” Beliau bersabda:
“Apakah engkau tidak menjadikan aku sebagai teladan?” Aku melihat kain
sarung beliau, ternyata ujung bawahnya di pertengahan kedua betisnya.”
(Mukhtashor Syama’il Muhammadiyah, Imam Tirmidzi, shahih)
Wahai
pencukur jenggot, alasan apa yang akan engkau kemukakan ketika engkau
berada di hadapan Rasulullah, tatkala beliau bertanya, “Tidakkah dalam
diriku terdapat dalam keteladanan?” (Lihat Minal Hadiin Nabawi I’faul
Lihyah, edisi terjemahan berjudul Jenggot Yes, Isbal No – Media
Hidayah).
Ingatlah wahai saudaraku, letakkanlah akhirat di pelupuk
matamu sehingga tidak tertipu oleh dunia yang fana, namun menggoda.
Kehidupan dunia ini hanya sementara. Negeri akhirat itulah yang
merupakan tempat tinggal kita yang abadi.
(*) Pembahasan mengenai
jenggot, silakan merujuk buku Jenggot Yes, Isbal No! yang di dalamnya
terdapat tulisan yang berjudul Minal Hadiin Nabawi I’faul Lihyah
(Memelihara Jenggot) yang diterjemahkan oleh Al Ustadz Aris Munandar
dengan penerbit Media Hidayah.
Bersiwak
Siwak adalah nama untuk
sebuah kayu yang digunakan untuk menggosok gigi. Atau jika ditinjau dari
perbuatannya, siwak adalah menggosok/membersihkan gigi dengan kayu atau
sejenisnya untuk menghilangkan kuning gigi dan kotoran, dan juga untuk
membersihkan mulut. (Lihat Taisirul ‘Alam, 35).
Sayid Sabiq
rahimahullah mengatakan, “Lebih baik lagi jika yang digunakan untuk
menyikat gigi adalah kayu arak yang berasal dari negeri Hijaz, karena di
antara khasiatnya yaitu: menguatkan gusi, menghindarkan sakit gigi,
memudahkan pencernaan, dan melancarkan buang air kecil. Walaupun
demikian, sunah ini bisa didapatkan dengan segala sesuatu yang dapat
menghilangkan kuning gigi dan membersihkan mulut, seperti sikat gigi,
dan semacamnya.” (Fiqh Sunah, I/45). Dan pendapat ini juga dipilih oleh
penyusun Shohih Fiqh Sunah. Wallahu a’lam.
- Hukum Bersiwak Adalah Sunah (Dianjurkan)
Bersiwak
hukumnya sunah (dianjurkan) pada setiap saat, sebagaimana hadits dari
Aisyah radhiallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ
“Bersiwak itu membersihkan mulut dan diridhoi oleh Rabb.” (Shohih, HR. An Nasa’i, Ahmad, dll) (Lihat Shohih Fiqh Sunah, I/100)
- Bersiwak Sangat Dianjurkan Jika Dilakukan Pada Waktu-Waktu Berikut:
1. Ketika berwudhu
Dari Abu Huroiroh radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وُضُوءٍ
“Seandainya tidak memberatkan umatku, sungguh aku akan memerintahkan mereka bersiwak setiap kali ber wudhu.” (HR. Bukhari)
2. Ketika hendak shalat
Dari Abu Huroiroh radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي أَوْ عَلَى النَّاسِ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ صَلَاةٍ
“Seandainya
tidak memberatkan umatku, sungguh aku akan memerintahkan mereka
bersiwak setiap hendak menunaikan shalat.” (HR. Bukhari)
3. Ketika membaca Al Quran
Dari
‘Ali radhiallahu ‘anhu berkata: Kami diperintahkan (oleh Rasulullah)
untuk bersiwak dan beliau bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba ketika
hendak mendirikan shalat datanglah malaikat padanya. Kemudian malaikat
itu berdiri di belakangnya, mendengarkan bacaan Al-Qurannya, dan semakin
mendekat padanya. Tidaklah dia berhenti dan mendekat sampai dia
meletakkan mulutnya pada mulut hamba tadi. Tidaklah hamba tersebut
membaca suatu ayat kecuali ayat tersebut masuk ke perut malaikat itu.”
(HR. Baihaqi, shohih lighoirihi)
4. Ketika memasuki rumah
Dari Al
Miqdam bin Syuraih dari ayahnya berkata, Aku bertanya pada Aisyah, “Apa
yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan ketika mulai memasuki
rumah beliau?” Kemudian Aisyah menjawab: “Bersiwak.” (Shohih, HR.
Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah, an Nasa’i)
5. Ketika bangun untuk shalat malam
Dari
Hudzaifah radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah senantiasa apabila
hendak shalat malam (tahajjud), beliau membersihkan mulutnya dengan
siwak.” (Muttafaqun ‘alaihi, HR. Muslim, Bukhari, Abu Daud, dan An
Nasa’i)
- Orang Yang Berpuasa Boleh Bersiwak Baik Ketika Pagi Dan Sore Hari
Hal
ini dikatakan oleh Sayyid Sabiq, tetapi beliau membawakan hadits yang
lemah sebagaimana yang dinilai oleh Syaikh Al Albani dalam Tamamul
Minnah. Namun demikian, orang yang berpuasa boleh bersiwak baik ketika
pagi dan sore hari karena hukum asal seseorang tidak dibebani suatu
kewajiban. Seandainya bersiwak tidak diperbolehkan, tentu Allah dan
Rasul-Nya telah menjelaskannya.
وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا
“Dan Tuhanmu tidaklah lupa.” (Maryam: 64) (Lihat Tamamul Minnah dan Al Wajiz fii Fiqh Sunah wal Kitab Al ‘Aziz)
- Cara Bersiwak
Cara
bersiwak adalah dengan menggosokkan siwak di atas gigi dan gusinya. Di
mulai dari sisi sebelah kanan dan sisi sebelah kiri. Dan memegang siwak
dengan tangan kanan. (Lihat Al Mulakhos Al Fiqhiyyah).
Perihal Uban
- Dimakruhkan Mencabut Uban
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَنْتِفُوا الشَّيْبَ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَشِيبُ شَيْبَةً فِي الْإِسْلَامِ إِلَّا كَانَتْ لَهُ نُورًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Janganlah
mencabut uban. Tidaklah seorang muslim yang beruban dalam Islam
walaupun sehelai, melainkan uban tersebut akan menjadi cahaya baginya
pada hari kiamat nanti.” (Shohih, Al Jami’ush Shogiir, Abu Daud, an
Nasa’i)
- Bolehnya Menyemir Uban Dengan Pacar, Inai, atau Sejenisnya dan Diharamkan Menyemirnya Dengan Warna Hitam
Dari Abu Dzar radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَحْسَنَ مَا غَيَّرْتُمْ بِهِ الشَّيْبَ الْحِنَّاءُ وَالْكَتَمُ
“Sesungguhnya
bahan yang terbaik yang kalian gunakan untuk menyemir uban adalah pacar
dan inai.” (Shohih Al Jami’ush Shogiir, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah,
An Nasa’i)
Dari Abu Huroiroh radhiallahu ‘anhu berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لَا يَصْبُغُونَ فَخَالِفُوهُمْ
“Sesungguhnya
orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak menyemir rambut mereka, maka
selisilah mereka.” (Muttafaqun ‘alaihi, HR. Bukhari, Muslim, Sunan Abu
Daud, An Nasa’i)
Dari Jabir radhiallahu ‘anhu, dia berkata, “Pada
hari penaklukan Mekkah, Abu Quhafah (Ayah Abu Bakar-pen) datang dalam
keadaan kepala dan jenggotnya telah memutih (seperti kapas). Lalu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
غَيِّرُوا هَذَا بِشَيْءٍ وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ
“Ubahlah
rambut ini dengan sesuatu, tapi hindarilah warna hitam.” (Shohih, HR.
Muslim, Abu Daud, An Nasai, Ibnu Majah, dengan lafadz semisalnya)
Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَكُونُ قَوْمٌ يَخْضِبُونَ فِي آخِرِ الزَّمَانِ بِالسَّوَادِ كَحَوَاصِلِ الْحَمَامِ لَا يَرِيحُونَ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ
“Pada
akhir zaman nanti akan muncul suatu kaum yang bersemir dengan warna
hitam seperti tembolok merpati. Mereka tidak akan mencium bau surga.”
(Shohih Al Jami’ush Shogiir, Abu Daud, An Nasa’i)
Wahai saudaraku!
Demikianlah agama ini menetapkan macam-macam amalan fitrah di atas. Di
dalamnya terkandung keindahan, kebersihan, dan kesucian sehingga
menjadikan seorang muslim berpenampilan indah dan menarik. Dengan
melakukan hal ini, seorang muslim juga bersikap anti yaitu menyelisih
gaya hidup orang-orang kafir.
Semoga kita menjadi orang-orang yang
dimudahkan untuk melakukan sunah-sunah ini, yang seharusnya sudah
menjadi tabiat bagi seorang muslim untuk melakukannya dan dalam rangka
mengikuti sunah (tuntunan) dan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Semoga Allah memberi petunjuk bagi kita dalam perkataan dan
perbuatan serta memberi keselamatan bagi amal-amal kita. Sesungguhnya
Allah Maha Mulia. Shalawat dan salam atas Nabi kita, Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keluarganya. Amin…
Rujukan:
1. Al Mulakhos Al Fiqh, Dr. Sholih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan, Darul ‘Ashomah.
2. Asy Syarhul Mumthi’ ‘ala Zadil Mustaqni’, Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, Darul Ibnul Haitsam.
3. Al Wajiz fii Fiqhis Sunnati wal Kitabil ‘Aziz, Dr. ‘Abdul ‘Adhim Badawi, Darul Ibnu Rojab, Mesir, cetakan ketiga.
4. Fiqh Sunah, Maktabah Syamilah.
5. Jenggot Yes, Isbal No!!, Abdullah bin Abdul Hamid, Abdul Karim Al Juhaiman, Abdullah bin Jarullah Al Jarullah, Media Hidayah.
6. Mukhtashor Syama’il Muhammadiyah (Karakter dan Kepribadian Rasulullah), Imam At Tirmidzi, Pustaka At Tibyan.
7.
Shohih Fiqhis Sunah wa Adillatuhu wa Tawdhihiu Mazahibil Aimmati, Abu
Malik Kamal bin As Sayyid Salim, Al Maktabah At Tawfiqiyyah.
8. Taisirul ‘Alam Syarhu ‘Umdatil Ahkaam, Abdullah bin Abdurrahman bin Sholih Ali Basam, Darul Kutubil ‘Ilmiyyah.
9. Tamamul Minnah, Maktabah Syamilah.
[Diambil dari http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/berhiaslah-dengan-sunah-sunah-fitrah-2.html]
Oleh
Dr. Huda Muhsin
Takrif sahabat
Al-Imam
al-Bukhari ada menyatakan: sesiapa yang bersahabat dengan nabi atau
melihat Baginda dari kalangan orang Islam, dia adalah dari kalangan
sahabat baginda. 1
Al-Imam Ahmad menyatakan: setiap orang yang
bersahabat dengan Rasulullah s.a.w. setahun, sebulan, satu hari atau
satu saat, atau dia melihat baginda maka orang itu adalah dari sahabat
baginda.2
Al-Hafiz Ibn Hajar ada menyatakan: takrif yang paling
sahih bagi sahabat ialah: orang yang bertemu dengan Nabi s.a.w .,
beriman kepadanya dan mati di dalam Islam. 3
Dari takrif di atas
dapat diketahui bahawa sahabat ialah orang yang bertemu dengan
Rasulullah sekalipun sekejap dan beriman dengannya samada meriwayatkan
hadisnya daripada Baginda atau tidak, orang itu pula mati di dalam
Islam.
Ayat-Ayat Al-Quran Berkaitan Keadilan Sahabat
Terdapat banyak ayat Al-Quran yang menyatakan tentang keadilan sahabat, antara lain:
Firman Allah s.w.t.:
“Kamu
adalah sebaik-baik orang yang dilahirkan untuk manusia, kamu menyuruh
dengan makruf dan menegah kemungkaran dan beriman kepada Allah” 4
Perkataan
kamu di dalam nas di atas sekalipun di tujukan kepada umat Nabi
Muhammad s.a.w. maka yang lebih utama adalah kepada para sahabat, kerana
khitab di dalam nas tersebut adalah kepada mereka sebelum merangkumi
orang lain.
Firman Allah s.w.t. :
"Demikianlah kami jadikan
kamu umat yang pertengahan iaitu umat yang adil supaya kamu menjadi
saksi kepada manusia dan Rasul menjadi saksi kepada kamu". 5
Di
dalam ayat di atas Allah telah menjadikan kamu sebagai satu umat yang
dilantik menjadi saksi. Umat yang menjadi saksi adalah merupakan umat
yang adil, maksud kamu di dalam ayat di atas sekalipun termasuk seluruh
umat Nabi Muhammad s.a.w. tetapi yang lebih utamanya adalah para sahabat
kerana 'khitab' di dalam ayat di atas sebelum ditujukan kepada orang
lain ia adalah di tujukan kepada orang yang berada sewaktu ayat itu di
turunkan, mereka itu adalah para sahabat. Firman Allah s.w.t. :
"Orang-orang
Muhajirin dan Ansar yang awal dan orang-orang yang mengikut mereka
dengan sebaik-baiknya, Allah redha kepada mereka dan mereka redha kepada
Allah.” 6
Mereka yang awal memeluk Islam dan mengikut
Rasulullah dari kalangan Muhajirin dan Ansar tidak lain dari para
sahabat. bahkan mereka ini adalah dari sahabat-sahabat agung. Orang yang
mengikut jejak langkah mereka dengan berbuat ihsan pula adalah terdiri
dari sahabat-sahabat lain dan juga sesiapa sahaja dari kalangan
orang-orang mukmin yagn patuh kepada Allah dengan melakukan kebaikan.
Di
dalam ayat ini Allah telah menyatakan bahawa Dia redha kepada
sahabat-sahabat agung Rasulullah s.a.w. juga kepada orang yang mengikuti
jejak langkah mereka dengan sebaik-baiknya. Ini termasuk
sahabat-sahabatlain,juga orang mukmin lain yang mengikut jejak langkah
mereka dengan sebaik-baiknya.
Firman Allah s.w.t. :
"Orang
yang bersegera melakukan kebaikan (dengan sendirinya termasuk
orang-orang yang bersegera memeluk Islam, iaitu para sahabat agung
Rasulullah s.a.w.)" 7
Firman Allah s.w.t. :
"Sesungguhnya
Allah redha kepada orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di
bawah satu pohon, Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka,
Allah menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada
mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)".8
Orang-orang
mukrnin yang melakukan perjanjian setia kepada Rasulullah s.a.w. adalah
para sahabat, dengan itu ayat di atas adalah jelas Allah memuji para
sahabat yang melakukan perjanjian setia dengan Rasulullah. Allah telah
menjelaskan bahawa Allah telah redha kepada mereka.
Firman Allah s.w.t :
"Wahai Nabi cukuplah bagimu Allah dan orang-orang mukmin yang mengikut engkau." 9
Orang
mukmin yang mengikut Rasulullah ketika ayat itu di turunkan adalah para
sahabat. Para sahabat adalah merupakan orang yang membantu dan menolong
Rasulullah. Di dalam ayat ini Allah memuji sahabat-sahabat Rasulullah
yang telah memberi pertolongan kepada Baginda.
Firman Allah s.w.t:
“Bagi
orang fakir Muhajirin yang telah diusir dari kampung halaman dan harta
mereka, mereka memohon kelebihan dan keredhaan dari Allah, mereka
menolong Allah dan Rasulnya, mereka itulah sebenar-benarnya orang yang
benar. Dan orang-orang yang telah menempati di negeri Madinah dan
beriman sebelum mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan
mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang
diberikan kepada orang-orang Muhajilin. Mereka mengutamakan orang- orang
Muhajirin dari atas diri mereka, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan
siapa yang memelihara dirinya dari kekikiran maka mereka itulah orang
yang beruntung."
Di dalam ayat ini Allah s.w.t. telah memberi
pujian yang tinggi kepada orang-orang Muhajirin yang sanggup menjadi
fakir kerana mereka diusir dari kampong halaman dan daripada memiliki
harta mereka. Mereka hanya semata-mata menuntut kelebihan dan keredhaaan
dari Allah s.w.t. Di dalam ayat di atas juga Allah memberi puiian
kepada orang-orang Ansar yang cinta kepada orang Muhajirin. Mereka tidak
ada sebarang irihati terhadap apa yang telah diperolehi oleh
orang-orang Muhajirin. Mereka pula lebih mengutamakan orang Muhajirin
dari diri mereka sendin. Pujian Allah kepada Muhajirin dan Ansar di atas
tadi adalah menunjukkan kepada keadilan mereka.
Ini merupakan
sebahagian dari ayat-ayat Al-Quran yang memuji sahabat Rasulullah s.a.w.
yang sekaligus menunjukkan keadilan mereka.
Keadilan sahabat melalui Hadis pula, boleh kita lihat melalui beberapa nas, di antaranya:
Sabda Rasulullah s.a. w. :
"Jangan
kamu memaki sahabatku, jangan kamu memaki sahabatku, demi Allah yang
diriku di dalam kekuasaannya, jika salah seorang dari kamu membelanjakan
emas (pada jalan Allah) seperti Gunung Uhud banyaknya, tidak sama satu
'mud'(cupak) yang dibelanjakan oleh mereka dan tidak sama setengah 'mud'
pun yang dibelanjakan oleh mereka." 11
Sabdanya lagi:
"Sebaik-baik
umatku ialah yang berada pada kurunku, kemudian yang selepas mereka,
kemudian yang selepas mereka. Kemudian selepas kamu terdapat satu kaum
yang menjadi saksi sedangkan mereka tidak diminta menjadi saksi, mereka
khianat dan tidak beramanah, mereka bernazar tetapi tidak menunaikan dan
ternyata kepada mereka mendakwa suatu yang tidak ada pada mereka". 12
Dari
dua hadis di atas ternyata kedudukan dan martabat para sahabat yang
begitu tinggi, di samping itu Hadis-hadis yang menunjukkan kepada
ketinggian martabat seorang sahabat dan keadilan mereka seperti Hadis
yang menunjukkan kelebihan Saidina Abu Bakar, Saidina Umar, Saidina
Osman, Saidina Ali, Saidatina Khadijah, Saidatina Fatimah, Saidatina
Aisyah dan lain-lain sahabat adalah amat banyak.
Berpandukan
kepada ayat-ayat Quran dan Hadis di atas maka para ulamak berpendapat
bahawa sahabat-sahabat itu adalah adil, dan periwayatan mereka diterima.
Berkaitan dengan keadilan sahabat ini seorang tokoh termuka di dalam bidang Hadis iatu Abu Zar’ah berkata:
“Jika
sekiranya kamu melihat seseorang mencaci salah seorang dari
sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w., ketahuilah bahawa ia adalah seorang
Zindiq, kerana bagi diri Rasul s.a.w. itu adalah haq(benar) dan al-
Quran adalah haq(benar). Sesungguhnya sahabat- sahabat Rasulullah s.a.w.
menyampaikan al-Qur’an dan al-Sunnah kepada kita. Sesungguhnya mereka
(yang mencaci sahabat) ingin mencacatkan penyaksian kita dan membatalkan
al-Qur’an- dan al-Sunnah. Mencacatkan mereka itu adalah lebih utama
kerana mereka adalah zindiq.” 13
Jawapan Kepada Hadis-hadis Yang Pada Zahirnya Menjatuhkan Keadilan:
Terdapat
beberapa hadis sahih yang jika tidak difahami dengan sebenarnya menurut
al-Quran dan as-Sunnah boleh dijadikan hujjah bahawa sahabat itu tidak
adil, di antaranya:
"Sesungguhnya datang beberapa orang
sahabatku ketelaga Kauthar. Setelah aku mengenali mereka, mereka di
tarik dariku lalu aku berkata, sahabatku ! Yang menarik itu pun
menjawab, Engkau tidak tahu apa yang telah mereka lakukan selepasmu" 14
Sabda Rasulullah: 15
Maksudnya:
“Beberapa orang sahabatku datang kepada aku lalu mereka ditarik dari
menghampiri telaga. Maka aku pun berkata: Wahai tuhanku ia sahabatku !
Tuhanku rnenjawab: Engkau tidak mengetahui apa yang telah mereka lakukan
selepas ketiadaanmu. Mereka kembali murtad." 15
Persoalannya
siapakah yang dimaksudkan dengan "Ashabi" atau dalam riwayat lain
"Asihabi" itu mereka ini ialah orang-orang munafik dan orang-orang
murtad. Adalah harus orang-orang munafik di lihat oleh Rasulullah s.a.
w. di akhirat kerana "Ghurrah" dan "Tahjil" dari kesan wudhu mereka,
maka Nabi pun memanggil mereka. Kemudian diberitahu kepada Nabi bahawa
mereka ini bukan dari golongan orang yang engkau janjikan, kerana mereka
tidak mati dalam Islam. Atau mereka yang dilihat oleh Rasulullah di
dalam masa hayat baginda kemudian mereka ini murtad selepas baginda.
Selain dari hadis di atas ada hadis berbunyi:
“Siapa yang aku maula maka Ali adalah ‘maulanya”.
Hadis
ini dianggap oleh kaum Syiah sebagai wasiat dan dijadikan sebagai
hujjah bahawa para sahabat telah mengingkari wasiat Rasulullah s.a.w.
ini bahawa Saidina Ali adalah khalifah selepas Baginda. Oleh sebab itu
mereka menolak wasiat Rasulullah ini, keadilan mereka (sahabat-sahabat)
gugur, mereka ini Saidina Abu Bakar, Umar, Othman dan lain-lain. 16
Bagi menjawab dakwaan ini kita mestilah memahami sebenar makna perkataan 'maula' di dalam bahasa Arab.
Di
dalam Mukhtar As-Sihah, Lisan al-Arab, dan An-Nihayah fi Garib
al-Hadith wa al-Athar perkataan maula itu merangkumi makna yang banyak,
diantaranya:
Dari apa yang dipaparkan di atas ternyata
perkataan 'maula' itu mengandungi makna yang amat banyak iaitu,
berbelas-belas maknanya. Oleh itu hadis ini tidak boleh dijadikan dalil
yang jelas bahawa Rasulullah s.a.w. telah mengangkat Saidina Ali r.a.
sebagai khalifah setelah wafat Baginda. Jika hadis ini dijadikan hujjah,
maka orang lain juga boleh berhujjah bahawa perbuatan Raulullah s.a.w.
menyuruh Saidina Abu Bakar sebagai ganti di dalam sembahyang berjamaah
sewaktu Baginda sakit kuat yang membawa kepada wafat Baginda sebagai
dalil bahawa khalifah setelah wafat Baginda adalah Abu Bakar r.a. bukan
orang lain, apatah lagi apabila diminta supaya Umar menggantikannya
Baginda tidak setuju.
Keadilan Sahabat Menurut Syiah
Syiah tidak menganggap semua sahabat itu adil bahkan kebanyakan mereka adalah tidak adil. Kata Nasruddin At- Tusi:
"Mereka yang memerangi Saidina Ali adalah kafir dan mereka yang menentangnya adalah fasik." 19
Menurut al-'Allamah al-Hilli pula:
"Orang yang memerangi Ali adalah kafir kerana sabda Nabi s.a.w. yang bermaksud:
"Orang
yang memerangi engkau bererti memerangi aku, tldak shak lagi orang yang
memerangi Nabi s.a.w. adalah kafir, adapun orang yang menentangnya maka
ulamak-ulamak kita berbeza pendapat. Ada yang menghukumkan mereka kafi
rkerana mereka menolak suatu yang pasti di sisi agama iaitu nas yang
jelas dan mutawatir tentang keimanan Saidina Ali, dan ada pula yang
mengatakan mereka adalah fasik."20
Menurut al-‘Allamah al-Hilli
lagi: “Saidina Ali r.a. merasa dizalimi oleh sahabat-sahabat itu, kerana
yang berhak menjadi khalifah adalah dia tetapi mereka
menghalanginya".21
Menurutnya lagi: “Orang-orang Arab dan Quraish iaitu para sahabat telah menzalimi Saidina Ali".22
Ibn
Abi al-Hadid meriwavatkan di dalam Sharah Nahjul Balaghah. “Seseorang
berkata kepada Saidina Ali apa pendapat engkau sekiranya Rasulullah ada
seorang anak lelaki dan ia seorang yang berakal dan baligh, adakah
orang-orang Arab akan menyerahkan jawatan khalifah itu kepadanya”
Jawabnya: “Tidak, bahkan mereka akan membunuhnya jika dia tidak mengikut
kehendak mereka”. 23
Dari keterangan di atas ternyata bahawa
menurut Syiah ramai dari kalangan para sahabat termasuk sahabat-sahabat
agong, seperti Saidina Abu Bakar, Umar, Othman dan lain-lain adalah
tidak adil bahkan menurut Syiah sahabat-sahabat tersebut dihukumkan
samada kafir atau fasik. Oleh kerana itu ulamak-ulamak hadis Syiah tidak
meriwayatkan hadis-hadis dari mereka !
ayatkan hadis-hadis dari mereka!
As-Sheikh Mohamad Baqir al-Majlisi di dalam kitabnya:
“Bihar
al-Anwar al-Jamiah Lidurar Akhbar Aimmah al-Athar” ada meriwayatkan
beberapa hadis yang diakui oleh Syiah mengenai kelebihan para sahabat
r.a.
Diantara kelebihan para sahabat yang tercatat di dalam kitab itu ialah sabda Rasulullah s.a.w. : 24
“Beruntunglah
orang yang melihatku atau orang yang melihat orang yang melihatku, atau
melihat orang yang melihat orang yang melihatku".
Sabda Rasulullah s.a.w. : 25
Daripada Amirul Mukminin a.s. katanya:
"Aku mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda":
"Aku
adalah amanah bagi sahabatku apabila aku meninggal dunia hampirkan
kepada sahabatku apa yang dijanjikan untuk mereka, sahabat-sahabatku
adalah amanah bagi umatku. Apabila sahabat- sahabatku meninggal dunia
hampirlah kepada umatku apa yang dijanjikan untuk mereka. Agama ini akan
terus muncul mengatasi semua agama lain selama terdapat di kalangan
kamu orang yang melihatku".
Sabda Rasulullah s.a.w. :
"Beruntunglah
bagi sesiapa yang melihatku dan beriman denganku, dan beruntunglah
siapa yang tidak melihatku tetapi ia beriman denganku". Diulangnya
sebanyak 7 kali."
Kerana tidak mahu berpegang dengan zahir hadith tersebut maka pengarang berkata:
"Sebagaimana
diketahui bahawa kelebihan yang tersebut di atas tadi adalah bagi orang
yang beriman dari kalangan mereka, bukan orang yang munafik seperti
orang-orang yang merampas khilafah daripada Sayyidina Ali, juga
sekutu-sekutu mereka dan pengikut-pengikut mereka. Kelebihan ini juga
didapati oleh para sahabat yang terus beriman dan penglkut para
imam-imam yang Rashidin dan tidak didapati oleh mereka yang memungkiri
janji serta murtad dari agama Islam".
Persoalannya ialah
bagaimanakah sahabat-sahabat besar seperti Saidina Abu Bakar dikatakan
merampas jawatan khalifah dari Saidina Ali yang membawa beliau termasuk
di dalam golongan orang-orang fasik, munafik, atau kafir ? Jika demikian
mengapa Rasulullah menyuruh beliau menggantikan Baginda menjadi imam di
dalam sembahyang sewaktu Baginda sakit kuat yang membawa kepada wafat
Baginda. Adakah Baginda melantik orang kafir, munafik atau fasik menjadi
imam ? Dimanakah ‘kemaksuman’ Rasulullah ?
Kesimpulan
Berasaskan
kepada al-Quran, dan Hadis maka menurut ahli Sunnah semua para sahabat
itu adalah adil, tetapi menurut Syiah tidak semua para sahabat itu adil
termasuklah sahabat-sahabat yang agong seperti Sayyidina Abu Bakar,
Umar, Othman dan lain-lain r.a. Oleh itu Syiah telah tidak meriwayatkan
hadis dari mereka. Akibatnya kesahihan buku hadis al-Bukhari
dipersoalkan dan lebih daripada itu kesahihan al-Quran akan tergugat!
NOTA KAKI:
1.
Al-Bukhari, Sahih Al-Bukhari, di dalam Fath Al-Bari, Mesir al-Muktabah
As-Salafiah. Jld. 7, hlm. 3 (Kitab Fadhail Ashab an-Nabi s.a.w.)
2.
Al-Khatib al-Baghdadi, Ahmad bin Ali, Kitab al-Kifayat Fi ‘ilm
al-Riwayah Muraja'ah Abdul Halim Mohd Abdul Halim, Kaherah, Matba’ah
as-Sa'adah, Edisi pertama. hlm.99.
3. Ibn Hajar, Ahmad ibn Ali, al-Isabah, Maktab al-Kulliyyat Azhariyyah, Mesir, Edisi pertama, Jilid 1, hlm. 7
4. Ali 'Imran: 110.
5. Al-Baqarah : 143.
6. Al- Taubah: 100.
7. Al-Waqi 'ah: 10 dan 11
8. Al-Fath. 18
9. Al-Anfal: 64
10. Al-Hasyr: 8.
11. Muslim, Sahih Muslim tahqiq Mohamad Fuad Abdul Baqi, Mesir, ‘Isa al-Babi, 1955, hlm 1967.
12. Al-Bukhari, Sahih Al-Bukhari dalam Fath al-Bari, Jld. 7, hlm. 3. Muslim, Sahih Muslim, Jld. 4, 1967.
13.
Ibn al-Arabi, Al-‘A'wasim Min al-Qawasim. Tahqiq Muhibuddin al-Khatib,
Matba'ah as-Salafiah, al-Raudhah,al- Qahirah,1396, hlm.34.
14. Al-Bukhari, Sahih Bukhari, Lihat Fath al-Bari, Juz 11, hlm. 464.
15. Ibid.
16.
Al-Hakim,Al-Mustadrak ‘Ala as-Shahihain wa Bazilah al-Talkhis,
al-Matbu'at al-Islami, Beirut, Jld, 4, hlm. 368, Ahmad ibn Hanbal, Jld. 4
hlm. 368.
17. Ar-Razi Mohd Ibn Abi Bakar, Mukhtar as-Sihah, Al-Haiah a1- Misriyyah al-'Ammah Lil Kitab Mesir, hlm. 736.
18. Ibn al-Athir, An-Nihayah Fi Garib al-Hadith wa al-Athar, al-Maktabah al-Islamiyyah, Jld. 5, hIm. 228.
19. As Sayyid Ali Khan as-Syirazi, al-Darajat al-Rafi'ah Fi Tabaqat as-Syi'ah, Beirut, 1973 hlm. 33.
20. Ibid, hlm. 34.
21. Ibid, hlm 35.
22. Ibid.
23. Ibid.
24. Mohd Baqir al-Majlisi, "Bihar al-Anwar" Muassasah al- wafa', Beirut, 1983, Jld. 22 hlm. 313
25. Ibid, hlm. 310.
Diposkan oleh
Ismul Azhari
di
14:12
بسم الله الرحمن الرحيم
يَا
عُدَّتِي فِي كُرْبَتِي، وَيَا صَاحِبِي فِي شِدَّتِي، وَيَا وَلِيّي فِي
نِعْمَتي، وَيَا غَايَتِي فِي رَغْبَتِي، اَنْتَ السَّاتِرُ عَوْرَتِي،
وَالْمُؤْمِنُ رَوْعَتِي، وَالْمُقِيْلُ عَثْرَتِي، فَاغْفِرْ لِي
خَطِيْئَتِي يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Bismillâhir Rahmânir Rahîm
Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad wa âli Muhammad
Yâ
‘Uddatî fî kurbatî, way â Shâhibî fî syiddatî, way â Waliyyî fî
ni’matî, wa yâ Ghâyatî fî raghbatî. Antas sâtiru ‘awratî, wal-mu’minu
raw’atî, wal-muqîlu ‘atsratî, faghfirlî khathîatî yâ Arhamar râhimîn.
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Rasulullah dan keluarganya
Wahai
Pelindungku dalam dukaku, duhai Sahabatku dalam deritaku, duhai
Kekasihku dalam nikmatku, duhai Tujuanku dalam harapanku, Engkaulah Yang
Menutupi rahasiaku, Yang Menenteramkan ketakutanku, Yang Menghapuskan
ketergelinciranku. Ampuni kesalahanku, wahai Yang Maha Pengasih dari
semua yang mengasihi.
اَللَّهُمَّ
اِنّي اَدْعُوكَ لِهَمٍّ لاَ يُفَرِّجُهُ غَيْرُكَ، وَلِرَحْمَةٍ لاَ
تُنَالُ إلاَّ بِكَ، وَلِكَرْبٍ لاَ يَكْشِفُهُ إلاَّ اَنْتَ، وَلِرَغْبَةٍ
لاَ تُبْلَغُ إلاَّ بِكَ، وَلِحَاجَةٍ لاَ يَقْضِيْهَا إلاَّ اَنْتَ
Allâhumma
innî ad’ûka lihammin lâ yufarrijuhu ghayruka, wa lirahmatin lâ tunâlu
illâ bika, wa likarbin lâ yaksyifuhu illâ Anta, wa liraghbatin lâ
tublighu illâ bika, wa lihâjatin lâ yaqdhîhâ illâ Anta.
Ya
Allah, aku berdoa kepada-Mu untuk duka yang tak akan dibahagiakan oleh
selain-Mu, rahmat yang tak akan dicapai kecuali dengan-Mu, derita yang
tak akan terhilangkan kecuali oleh-Mu, harapan yang tak akan tercapai
kecuali dengan-Mu, hajat yang tak akan dipenuhi kecuali oleh-Mu.
اَللَّهُمَّ
فَكَمَا كَانَ مِنْ شَأنِكَ مَا اَذِنْتَ لِي بِهِ مِنْ مَسْأَلَتِكَ
وَرَحِمْتَنِي بِهِ مِنْ ذِكْرِكَ، فَلْيَكُنْ مِنْ شَأنِكَ سَيِّدِي
اْلاِجَابَةُ لِي فِيْمَا دَعْوَتُكَ، وَعَوَائِدُ اْلاِفْضَالِ فِيْمَا
رَجَوْتُكَ، وَالنَّجَاةُ مِمَّا فَزِعْتُ اِلَيْكَ فِيْهِ، فَاِنْ لَمْ
اَكُنْ اَهْلاً اَنْ اَبْلُغَ رَحْمَتَكَ فَاِنَّ رَحْمَتَكَ اَهْلٌ اَنْ
تَبْلُغَنِي وَتَسَعَنِي، وَاِنْ لَمْ اَكُنْ لِلاِْجَابَةِ اَهْلاً
فَاَنْتَ اَهْلُ الْفَضْلِ، وَرَحْمَتُكَ وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ،
فَلْتَسَعْنِي رَحْمَتُكَ
Allâhumma
fakamâ kâna min sya’nika mâ adzintalî bihi min mas-alatika wa rahimtanî
bihi dzikrika, falyakun min sya’nika, yâ Sayyidil ijâbatulî fîmâ
da’awtuka, wa ‘awâidul ifdhâli fîmâ rajawtuka, wan-najâtu mimmâ fazi’tu
ilayka fîhi. Faillam akun ahlan an ablugha rahmataka fainna rahmataka
ahlun an tablughanî wa tasa’anî, wa illam akun lil-ijâbati ahlan fa Anta
ahlul fadhli, wa rahmatuka was’at kullu syây’, faltasa’nî rahmatuka.
Ya
Allah, sebagaimana Kau izinkan aku untuk bermohon kepada-Mu, dan Kau
sayangi daku untuk mengingat-Mu. Maka dengan keadaan-Mu, duhai
Junjunganku, perkenankan apa yang kumohon pada-Mu, limpahkan padaku
karunia yang Kuharapkan dari-Mu, dan selamatankan daku dari apa yang
kumohon perlindungannya pada-Mu. Jika aku tak layak mencapai rahmat-Mu,
rahmat-Mu layak mencapaiku dan meliputiku. Jika aku tidak layak
memperoleh ijabah-Mu, Engkau layak mencurahkan karunia-Mu, dan rahmat-Mu
meliputi segala sesuatu. Maka, liputi aku dengan rahmat-Mu.
يَا
اِلَهِي يَا كَريْمُ اَسْاَلُكَ بِوَجْهِكَ الْكَرِيْمِ اَنْ تُصَلِّيَ
عَلَى مُحَمَّدٍ وَاَهْلِ بَيْتِهِ، وَاَنْ تُفَرِّجَ هَمِّي، وَتَكْشِفَ
كَرْبِي وَغَمِّي، وَترْحَمَنِي بِرَحْمَتِكَ، وَتَرْزُقَنِي مِنْ فَضْلِكَ
اِنَّكَ سَمِيْعُ الدُّعَاءِ قَرِيْبٌ مُجِيْبٌ
Yâ
Ilâhî yâ Karîm, as-aluka biwajhikal karîm an tushalliya ‘alâ Muhammadin
wa ahli baytihi, wa an tufarrija hammî wa taksyifa karbî wa ghammî, wa
tarhamanî birahmatika, wa tarzuqanî min fadhlika innaka samî’ud du’â’
qarîbum mujîb.
Duhai Tuhanku,
duhai Yang Maha Mulia. Aku bermohon pada-Mu dengan wajah-Mu yang mulia,
sampaikan shalawat kepada Muhammad dan ahlul baitnya, bahagiakan dukaku,
hilangkan duka dan deritaku, sayangi daku dengan rahmat-Mu, berikan
padaku karunia-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa, Maha Dekat
dan Maha Mengijabah. (Mafâtihul Jinân: Bab 2, pasal 3)
"Cerdasnya orang yang beriman adalah, dia yang mampu
mengolah hidupnya yang sesaat, yang sekejap untuk hidup yang panjang.
Hidup bukan untuk hidup, tetapi hidup untuk Yang Maha Hidup. Hidup
bukan untuk mati, tapi mati itulah untuk hidup.
Kita jangan takut mati, jangan mencari mati, jangan lupakan mati, tapi
rindukan mati. Kerana, mati adalah pintu berjumpa dengan Allah SWT.
Mati bukanlah cerita dalam akhir hidup, tapi mati adalah awal cerita
sebenarnya, maka sambutlah kematian dengan penuh ketakwaan.
Hendaknya kita selalu menjaga tujuh sunnah Nabi setiap hari. Ketujuh sunnah Nabi SAW itu adalah:
Pertama: tahajjud, kerana kemuliaan seorang mukmin terletak pada tahajjudnya.
Kedua: membaca Al-Qur'an
sebelum terbit matahari Alangkah baiknya sebelum mata melihat dunia,
sebaiknya mata membaca Al-Qur'an terlebih dahulu dengan penuh
pemahaman.
Ketiga: jangan tinggalkan
masjid terutama di waktu shubuh. Sebelum melangkah kemana pun
langkahkan kaki ke masjid, kerana masjid merupakan pusat keberkahan,
bukan kerana panggilan muadzin tetapi panggilan Allah yang mencari
orang beriman untuk memakmurkan masjid Allah.
Keempat: jaga solat dhuha, kerana kunci rezeki terletak pada solat dhuha.
Kelima: jaga sedekah
setiap hari. Allah menyukai orang yang suka bersedekah, dan malaikat
Allah selalu mendoakan kepada orang yang bersedekah setiap hari.
Keenam: jaga wudhu terus
menerus kerana Allah menyayangi hamba yang berwudhu. Kata khalifah Ali
bin Abu Thalib, "Orang yang selalu berwudhu senantiasa ia akan merasa
selalu solat walau ia sedang tidak solat, dan dijaga oleh malaikat
dengan dua doa, ampuni dosa dan sayangi dia ya Allah".
Ketujuh: amalkan istighfar setiap saat. Dengan istighfar masalah yang terjadi kerana dosa kita akan dijauhkan oleh Allah.
Zikir adalah bukti syukur kita kepada Allah. Bila kita kurang
bersyukur, maka kita kurang berzikir pula, oleh kerana itu setiap waktu
harus selalu ada penghayatan dalam melaksanakan ibadah ritual dan
ibadah ajaran Islam lainnya. Zikir juga merupakan makanan rohani yang
paling bergizi, dan dengan zikir berbagai kejahatan dapat ditangkal
sehingga jauhlah umat manusia dari sifat-sifat yang berpangkal pada
materialisme dan hedonisme.
Sumber : http://www.iLuvislam.com
** Membaca doa:
بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ أَحْياَ وَأَمُوتُ
“Dengan nama Engkau ya Allah aku hidup dan mati”
( diriwayatkan oleh Bukhari)
** Merapatkan kedua tapak tangan dan meniupkan pada kedua-dua tapak tangan dan membaca :
قُلْ هُوَ الله أَحَدٌ
قل أعوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ
قل أعوذ برب النّاسِ
** Membaca:
اللَّهم قِنِي عَذَابَكَ يَوْمَ تَبْعَثُ عِبادَكَ
“ Ya Allah peliharalah aku dari azabMu pada hari engkau membangkitkan hambaMu.”( Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmizi)
Baca sebanyak 3 kali sambil meletakkan tangan kanan di bawah pipi
** Membaca: Subhanallah 33 kali, Alhamdulillah 34 kali dan Allahuakbar 33 kali ( Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
** Tidur dalam keadaan suci daripada hadas. Sabda Rasulullah S.A.W :
إِذا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ“Apabila kamu masuk ke tempat tidur hendaklah kamu berwuduk.”
Nyenyak...Zzzz
Comelnye dier..
** Tidur di atas rusuk kanan. Sabda Rasulullah S.A.W:
ثُمَّ اضْطَجِعْ على شِقِّكَ الأَيْمَنِ“ Kemudian hendaklah kamu berbaring di atas rusuk kananmu.”
( Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
** Meletakkan tangan kanan di bawah pipi kanan. Sabda Rasulullah S.A.W :
كان إذا رقد وضع يده اليمنى تحت خده
“ Adalah Baginda apabila tidur, Baginda meletakkan tangan kanannya di bawah pipi.”
( Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
** Mengibas tilam sebelum tidur, Sabda Rasulullah S.A.W :
Apabila seseorang kamu masuk ke tempat tidur hendaklah ia mengibaskan tilamnya, kerana ia tidak mengetahui apa yang ada di atasnya.
( Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim )
** Membaca Surah Al-Kafirun
Kelebihan membaca surah ini adalah terhindar dari sifat syirik
( Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmizi dan Ahmad)
Antara kelebihan mengamalkan zikir ini sebelum tidur ialah Allah memeliharanya dari gangguan syaitan dan syaitan lari daripadanya pada malam tersebut. Sejahtera pembacanya dari segala bencana dan malapetaka, ditanam 100 pokok baginya di dalam Syurga, akan ditulis 100 pahaha sedekah bagi setiap tasbih, tahmid,takbir dan tahlil yang diucap oleh pengamalnya.
إذا أَوَى أَحَدُكُمْ إلى فِرَاشِه فَلْيَنْقُضُ فِراشَه فإنه لا يَعْلَمُ ما خَلْفَه بَعْدَه
Sabda Rasulullah: “Barangsiapa yang menghina lima jenis manusia, dia akan rugi atau kehilangan lima perkara..”
1. Barangsiapa yang tidak menghiraukan ulama, rugilah agamanya.
2. Barangsiapa yang tidak menghiraukan pemerintah, rugilah dunianya.
3. Barangsiapa yang tidak menghiraukan jirannya, rugilah ia dari mendapat perkara yang baik.
4. Barangsiapa yang tidak menghiraukan saudara maranya, rugilah kasih sayang.
5. Barangsiapa yang tidak menghiraukan isterinya, rugilah kehidu...pan yang bahagia.
Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud:
“Tidak berganjak kedua-dua kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga
ia disoal mengenai umurnya pada perkara apakah ia habiskan, dan ilmunya
untuk apakah ia gunakan, dan harta bendanya dari manakah ia peroleh dan
pada apakah ia belanjakan, dan juga tubuh badannya pada perkara apakah
ia susutkan kemudaan dan kecergasannya.”
- (Hadis riwayat at-Tirmizi)
Firman Allah yang bermaksud:
“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah yang dilimpahkan-Nya kepada
kamu, tiadalah kamu akan dapat menghitungnya satu persatu. Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Mengasihani.”
- (Surah An-Nahl, ayat 18)See More
AMALAN PEMAKANAN SIHAT CARA SUNNAH RASULULLAH S.A.W.
Assalamualaikum dan salam sejahtera. Semoga semua sihat hendaknya.
Sedikit tips-tips amaaln pemakanan sihat cara sunnah Rasulullah s.a.w.
1. Rasulullah tidak minum susu sewaktu baginda menjamah ikan, daging
atau ayam. Baginda pernah melarang para sahabat dan umat manusia
daripada makan ikan bersama susu kerana ia akan menyebabkan si pemakan
mudah mendapat penyakit. ( Para saintis juga telah membuat kajian dan
menemukan keputusan bahawa dalam makanan darat mempunyai ion positif
manakala dalam makanan laut mempunyai ion negative. Jika kedua-dua jenis
makanan ini bercampur makan akan terjadinya tindak balas biokimia yang
aktif dalam tubuh sekaligus mampu menyebabkan perut dan usus menjadi
rosak.
2. Rasulullah melarang meminum susu bersama cuka.
3. Jangan makan buah bersama susu atau dalam erti kata lain – Koktel.
Namun, para saintis telah menemui bahawa adalah baik untuk menikmati
khasita susu bersama jus buah berkultur kerana jus susu kultur baik
untuk memperbaiki ketidakselesaan dan masalah penghadaman. Namun,
pengguna perlu memilih jenis susu kultur yang kurang kadar kemasaman
kerana kemasaman boleh menghakis perut melalui tahap keasidannya lama
kelamaan boleh mnyebabkan gastrik.
4. Rasulullah tidak makan ikan bersama daun salad.
5. Rasulullah tidak makan ikan bersama daging atau telur.
6. Rasulullah tidak memakan buah-buahan selepas memakan gandum, roti
atau makanan berat sebaliknya Rasulullah memakan buah-buahan sebelum
makan makanan berat seperti gandum atau roti.
7. Rasulullah akan tidur sekejab selepas makan tengahari sebelum masuk waktu Zuhur.
8. Rasulullah melarang umatnya untuk meninggalkan MAKAN MALAM.
Barangsiapa yang meninggalkan makan malam. Dia akan dimamah usia dan
tahap kolestrol dalam darah akan meningkat. Makan malam adalah sebelum
Magrib.
9. Elakkan makan makanan darat bercampur makanan laut. Contohnya jika
seseorang yang memakan nasi berlaukkan sup daging lembu, maka dia tidak
digalakkan untuk makan makanan laut seperti udang, ikan atau sotong.
Walau bagaimanapun, percampuran makanan ini ( antara makana darat dan
makanan laut ) tidaklah dianggap haram cuma ia boleh membahayakan
kesihatan.
10. Nabi juga mengajar supaya manusia meminum air dengan meneguk
secara perlahan-lahan. Nabi melarang kita untuk bernafas (membuihkan
air) dalam air yang sedang diminum.
Rasulullah SAW mengajarkan etika makan kepada ummatnya. Di antara hal-hal yang beliau ajarkan adalah :
1. Tidak mencela makanan yang tidak di sukai
2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan
3. Membaca basmalah dan berdo’a
4. Makan menggunakan tangan kanan
5. Tidak bersandar ketika makan
6. Memakan makanan yang terdekat
7. Memulai makan dari pinggir dan bukan dari tengah
8. Makan ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang
9. Menyisip tangan bagi yang makan tanpa sendok/garpu
10. Membersihkan piring dan membuang kotoran dari makanan yang terjatuh lalu memakannya
11. Tidak memperlihatkan rasa jijik terhadap makanan yang tidak biasa dimakan atau tidak disukai
12. Makan dan minum sambil duduk
13. Tidak bernafas ketika minum dan menjauhkan mulut dari tempat minum ketika bernafas
14. Tidak berprasangka buruk jika makan ditemani orang yang berpenyakit
15. Tidak duduk pada meja yang dihidangkan makanan haram
16. Mendahulukan orang yang dikanan
17. Pemberi minuman yang paling akhir minum
18. Mendoakan shahibul bait (yang mengundang makan)
19. Menutup tempat makan dan minum
Mudah-mudahan kita sebagai umat Islam boleh mencontohnya dengan baik
** Memberi salam apabila bertemu. Rasulullah S.A.W. pernah ditanya” Apakah dia amalan Islam yang paling baik?” Beliau menjawab :
تُطْعِم الطّعامَ ، وَتَقْرأ السَّلامَ عَلى َمن عَرَفت وَمَن لم تَعْرف
“ Kamu memberi makan kepada orang dan memberi salam kepada orang yang engkau kenal dan orang yang engkau tidak kenal.”
( Direkodkan oleh Bukhari dan Muslim)
** Memberikan senyuman ketika bertemu. Sabda Rasulullah S.A.W. :
لاَ تَحْقِرَن مِن المَعْرُوف شَيئا وَلو ان تَلقَى أَخاك بِوَجه طَلْق
" Janganlah kamu meremehkan sesuatu kebaikan sedikitpun sekalipun ketika kamu bertemu saudara kamu dengan menunjukkan muka yang manis.”
seNyumlah..kerana senyum itu 1 sedekah..
kau tersenyum.. ku tersenyum.. kemesraan terjalin
** Bersalaman ketika bertemu,sabda Rasulullah S.A.W:
ما مِنْ مسلمِيْن يلتقِيان فَيتصافَحان إلا غُفِر لَهما قبل أن يَفْترقا
“ Tiadalah seseorang Muslim yang bertemu saudaranya lalu ia bersalaman melainkan Allah akan mengampunkan dosa mereka berdua sebelum mereka berpisah”
** Berkata dengan ucapan yang baik, Firman Allah Taala
“Katakanlah kepada hamba-hambaku yang beriman hendaklah mereka mengucapkan kata-kata yang baik, sesungguhnya
syaitan menimbulkan perselisihan di antara mereka, sesungguhnya syaitan
itu menjadi musuh yang palling nyata bagi manusia.”
( Surah Al- Israk ayat 53 )
Alahai.. manisnya senyuman dierr
1..2..3... CenYUMMmm
** Mengangkat kedua tangan ketika Takbiratul Ihram
** Mengangkat kedua tangan ketika rukuk
**Mengangkat kedua tangan ketika bangkit dari rukuk
**Mengangkat
kedua tangan ketika bangkit untuk ke rakaat ketiga bagi solat yang
mempunyai dua tasyahhud ( tahiyat awal dan akhir)
kite hendaklah Khusyuk ketika menunaikan solat
Tunailah solat lima waktu sehari semalam
** Meluruskan dan menghimpun semua jari-jemari tangan ketika mengangkat tangan dan ketika menjatuhkan tangan
** Membuka jari-jemari tangan dalam keadaan perut tapak tangan menghala ke Kiblat ketika mengangkat tangan
** Keadaan kedua tapak tangan bersetentang dengan dua telinga ketika mengangkat takbir
** Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri atau tangan kanan menggenggam pergelangan tangan kiri
** Memandang ke tempat sujud
**Merenggang sedikit antara dua kaki ketika berdiri
** Membaca ayat-ayat Al-Quran dengan tartil dan bertadabbur
Solatlah dibelakang Imam sebelum Imam solat dibelakang kita
Sunnah-sunnah ketika Rukuk :
** Meletakkan dua tapak tangan pada lutut dengan membuka jari-jemari ketika rukuk
** Menyamakan belakang ketika rukuk kira-kira 90 darjah
** Kepala hendaklah disamakan dengan belakang, jangan lebih rendah atau lebih tinggi dari belakang
** Kedua-dua lengan hendaklah berkedudukan selari dengan rusuk
Sunnah-sunnah ketika Sujud :
** Kedua-dua lengan perlu berkedudukan separas dengan rusuk
** Perut hendaklah bersetentang dengan paha
** Menjarakkan antara kedua-dua paha dengan kedua betis
** Menegakkan antara dua lutut
** Perut jari-jemari kaki perlu menyentuh bumi
** Kedua kaki perlu teratur dan tersusun elok ketika bersujud
** Meletakkan kedua tangan sama paras dengan bahu atau telinga
** Membuka kedua tapak tangan
** Meparatkan jari-jemari tangan
** Jari-jemari tangan dan kaki menghadap ke arah kiblat
**
Membaca Bismillah sama ada ketika memakai atau menanggalkan pakaian.
Imam Nawawi berkata, ‘Membaca Bismillah adalah digalakkan ketika
melakukan segala amalan.
** Apabila memakai baju,penutup kepala atau serban, beginda membaca:
اللهم إنِّي أسْأَلك مِنْ خَيْرِه وخَيْر ما هو له وأَعوذُ بك من شَرِّهِ وشرِّ ما هُو لهُ
“Ya
Allah! Aku memohon daripadaMu kebaikan pakaian ini dan kebaikan apa
yang ada padanya dan aku berlindung dariMu keburukan pakaian ini dan
keburukan apa yang ada padanya.”
(diriwayatkan oleh Abu daud,Tirmizi dan Ahmad)
** Memulakan memakai dengan anggota kanan
إِذا لَبِسْتُمْ فَابْدَءُوا بِأَيْمانِكم
“Apabila kamu memakai pakaian hendaklah kamu memulakannya dengan angota kanan.”
(diriwayatkan oleh Tirmizi, Abu Daud, Ibn Majah)
** Membaca Bismillah
** Makan menggunakan tangan kanan
** Mengambil makanan yang berhampiran terlebih dahulu
ياَ غُلامُ سَمِّ الله ، وكُلْ بِيَمِيْنِكَ وكلْ مِمّا يَلِيْكَ
“ Wahai budak! Hendaklah kamu membaca Bismilah, makan dengan tangan kananmu dan ambillah makanan yang berhampiran terlebih dahulu.”
( Diriwayatkan oleh Muslim)
** Mengambil suapan yang terjatuh, menyapunya dan memakannya semula. Sabda Rasulullah S.A.W. :
إذا سَقَطتْ مِن أَحَدكمْ لُقْمَة فَلْيُمِطْ ما كان بِها مِنَ أَذَى ثُمّ يَأْكلها
“ Apabila makanan yang disuapkan terjatuh, maka hendaklah kamu ambil semula dan buangkan kekotoran yang ada padanya kemudian hendaklah kamu makan.”
( Diriwayatkan oleh Muslim)
** Makan dengan tiga jari. Sabda Rasulullah S.A.W.:
كان رسول الله (ص) يَأْكل بِثَلاثِ أَصَابِعَ
“ Adalah Rasulullah S.A.W. makan mengunakan tiga jari.”
( Diriwayatkan oleh Muslim)
Sunnah
Rasulullah mengikut suasana dan keadaan semasa. Rasulullah makan
menggunakan tiga jari kerana makanan beliau adalah kurma pada ketika
itu.
**
Duduk ketika makan. Rasulullah duduk di atas kedua lututnya dan
belakang kakinya, atau Beliau menegakkan kaki kanan dan duduk di atas
kaki kiri, ini adalah cara duduk yang paling baik sebagaimana yang
disebutkan oleh Ibn Hajar.
**
Apabila selesai makan, Rasulullah akan menjilat sisa-sisa makanan yang
terdapat pada pinggan dan jarinya. Sabda Rasulullah S.A.W.
إنَّكُم لا تَدْرُونَ في أَيِّها الْبَرَكَةُ
“ Sesungguhnya kamu tidak mengetahui di mana terdapatnya keberkatan pada makanan kamu.”
** Memuji Allah selepas makan. Sabda Rasulullah S.A.W.
إن الله ليرضى عن العبد أن يأكل الأكلة فيحمده عليها
“ Sesungguhnya Allah meredai seseorang hamba yang memakan makanan dan memujiNya kerana makanan itu.”
( Diriwayatkan oleh Muslim)
Emm.. Bismillahirrahmanirrahim..
Jangan lupa baca doa minum yea kawan-kawan..
Ambiklah makanan yang berhampiran dengan kita
Makanlah menggunakan tangan kanan
** Rasulullah S.A.W. bersabda:
إذا
اِنْتَعَل أَحدُكمْ فَلْيَبْدَأْ بِالْيُمْنَى وإذا خَلَعَ فلْيَبدأ
بِالشِّمال وَلْيُنْعِلْهما جَمِيعا أو لِيَخْلعْهما جَمِيعاً
“ Apabila kamu memakai sepatu, mulakan dengan kaki kanan dan apabila kamu menanggalkannya hendaklah memulakannya dengan kaki kiri dan hendaklah kamu memakai kedua-dua belah atau menanggalkannya semuanya.”
Jangan lupa... tutuplah aurat
** Setiap kali ingin keluar kita akan memakai selipar atau kasut contohnya ketika pergi masjid, pergi ke pasar raya, pergi bekerja, masuk ke bilik air dan sebagainya. Alangkah baiknya jika kita mengamalkan sunnah ini kerana ia dapat menambah ganjaran pahala daripada Allah.
Semoga dengan mengikuti dan mengamalkan sunnah Rasulullah ini, kita
akan mendapat keredaan daripada Allah dan mendapat syafaat Rasulullah di
Akhirat kelak.
** Masuk ke bilik mandi dengan melangkah kaki kiri dan keluar darinya dengan melangkah kaki kanan.
** Mambaca doa ketika memasuki bilik mandi:
اللهم إني أَعُوذُ بِكَ من الخُبْثِ والخَبائِث
"Ya Allah aku berlindung denganMu dari syaitan betina dan syaitan jantan”.
(diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
** Membaca ketika keluar dari bilik mandi:
غُفٌرانَك
“ Aku mengharapkan keampunanMu”
(diriwayatkan oleh Ashabus Sunan)
Sunnah - sunah Rasulullah S.A.W ketika bangun dari tidur
**Menyapu kesan-kesan tidur pada muka dengan tangan.
Imam
Nawawi dan Imam Ibn Hajar merekodkan, sunat menyapu kesan-kesan tidur
yang terlekat pada muka dengan menggunaka tanhan apabila bangun daripada
tidur berdasarkan hadis Rasulullah S.A.W:
فاستيفظَ رسولُ الله (ص) فَجَلسَ يسمَحُ النومَ عن وجْهِه بِيدِه
“Rasulullah S.A.W bangun daripada tidur lalu baginda duduk sambil menyapu kesan-kesan tidur pada wayahnya.”
(diriwayatkan oleh Imam Muslim)
**Membaca doa bangun daripada tidur:
الْحَمد لله الذي أحْيانا بعد ما أَماتنا وإليه النُّشور
“Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami selepas Dia mematikan kami (tidur) dan kepadaNya kami akan dibangkitkan.”
(diriwayatkan oleh Imam Bukhari)
Khusyuk... kanak- kanak ini sudah diajar berdoa
** Bersugi:
كان (ص) إذا قام من الليل يَشُوْصُ فاه باسٍّواكِ
"Rasulullah S.A.W. apabila bangun daripada tidur, baginda menggosok giginya menggunakan siwak (kayu sugi)."
Antara
kebaikan bersugi adalah mengembalikan kesegaran dan kecergasan tubuh
badan serta dapat menghilangkan bau mulut yang tidak menyenangkan.